Samarinda, lensaborneo.com – Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menyoroti permasalahan sengketa lahan yang dialami Chairul Anwar, yang hingga kini belum menemukan titik terang.
Lahan yang telah dimiliki dan dikelolanya selama puluhan tahun tiba-tiba berubah status menjadi lahan transmigrasi, sehingga sertifikat kepemilikannya diblokir sejak 2003. Perubahan status ini menimbulkan kebingungan dan ketidakpastian hukum bagi pemilik lahan, yang merasa hak mereka diabaikan.
Menurut Samri, permasalahan ini bermula dari surat yang dikirimkan oleh Kementerian Transmigrasi kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN), yang meminta agar kepemilikan lahan tersebut tidak diproses lebih lanjut.
“Dampaknya sangat besar bagi pemilik lahan. Mereka yang sebelumnya memiliki dokumen kepemilikan yang sah, tiba-tiba kehilangan haknya tanpa ada sosialisasi atau pemberitahuan yang jelas,” jelasnya.
Samri menambahkan bahwa DPRD menerima pengaduan dari pemilik lahan yang menginginkan kejelasan hukum atas status tanah mereka.
“Mereka ingin kepastian hukum, karena tanah yang mereka miliki selama bertahun-tahun kini tidak lagi bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Ini tentu menjadi permasalahan serius yang harus segera diselesaikan,” tuturnya.
Ia juga menegaskan bahwa DPRD Samarinda akan terus mendorong pemerintah daerah untuk menelusuri lebih dalam akar masalah ini dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak.
Ia menilai, sengketa lahan seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena dapat berdampak pada kepastian hukum dan investasi di daerah.
“Kami ingin memastikan bahwa hak-hak masyarakat tetap dilindungi dan ada kepastian hukum dalam setiap kebijakan yang diterapkan. Pemerintah harus transparan dalam menyelesaikan masalah ini agar tidak ada pihak yang dirugikan,” pungkasnya. (Liz/adv)