Samarinda,Lensaborneo.com – Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, mengungkapkan keprihatinannya terkait implementasi Undang-Undang Minerba yang dinilai kurang berpihak pada daerah penghasil sumber daya mineral.
Ia menyoroti ketidakseimbangan antara manfaat finansial yang diperoleh pusat dengan dampak besar yang harus ditanggung daerah, khususnya dalam hal pembagian hasil.
Rohim menilai, meski pusat mendapat keuntungan signifikan dari sektor minerba, porsi bagi hasil yang sampai ke daerah sangat minimal, sementara daerah harus menanggung dampak sosial dan lingkungan yang cukup besar.
“Bayangkan, kita di daerah mendapat benefit paling kecil tapi yang menanggung dampak justru paling besar,” tegasnya, belum lama ini.
Lebih jauh, Rohim menilai bahwa regulasi tersebut berpotensi melemahkan amanat reformasi terkait desentralisasi dan otonomi daerah. Ia menilai seolah ada upaya untuk mengembalikan sistem sentralistik di tengah wacana desentralisasi yang selama ini digaungkan.
“Undang-undang Minerba ini, dalam pandangan saya, indikasi adanya kecenderungan menghilangkan semangat reformasi soal desentralisasi otonomi daerah. Saat ini, desentralisasi lebih seperti kemasan, tapi substansinya kembali ke sentralisasi,” paparnya.
Ia juga menyoroti perubahan nomenklatur dalam struktur pemerintahan pusat, di mana istilah yang berhubungan dengan otonomi daerah dan desentralisasi mulai hilang dari dokumen resmi.
“Dulu ada nomenklatur khusus soal otonomi daerah atau desentralisasi, tapi sekarang itu hilang,” katanya.
Abdul Rohim mengajak seluruh elemen daerah untuk terus menyuarakan pentingnya menjaga otonomi daerah agar hak dan kewenangan daerah tetap terjaga, khususnya dalam pengelolaan sumber daya alam yang berada di wilayah mereka.
“Kita harus terus memperjuangkan agar daerah tidak hanya menjadi penonton dalam pengelolaan kekayaan alamnya sendiri,” tegasnya. (Liz/adv)