Samarinda,Lensaborneo.com – Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Anhar, melontarkan kritik keras terhadap pendekatan Pemerintah Kota Samarinda dalam menangani praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN) dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
Ia menilai, pembentukan satuan tugas (Satgas) anti-KKN yang digaungkan pemerintah justru melenceng dari akar persoalan sebenarnya.
“Bukan aparaturnya yang harus disiapkan untuk menangkap ini-itu. Yang perlu disiapkan itu infrastruktur pendidikannya,” tegas Anhar, belum lama ini.
Menurutnya, keinginan orang tua untuk menyekolahkan anak di sekolah terbaik adalah hal wajar dan manusiawi. Karena itu, yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah bukan memburu orang tua yang mencoba mencari peluang, tetapi memperbaiki sistem pendidikan agar semua sekolah memiliki kualitas yang setara.
“Orang tua itu bukan penjahat. Mereka hanya ingin yang terbaik untuk anaknya. Tugas pemerintah itu menyediakan fasilitas pendidikan yang merata, bukan sibuk memburu orang-orang tua,” tegasnya.
Anhar juga menyinggung kebijakan pemerintah soal zona bebas KKN dalam SPMB. Menurutnya, semangat itu hanya akan menjadi slogan kosong jika akar masalah – yaitu keterbatasan daya tampung dan ketimpangan fasilitas antar sekolah – tidak segera dibenahi.
“Zona bebas KKN itu cuma jargon, kalau sekolah bagusnya cuma satu-dua, sisanya seadanya. Ya pasti rebutan dan akhirnya bisa saja menimbulkan praktik-praktik yang tidak sehat,” ujarnya.
Ia mengibaratkan masalah ini seperti keluhan masyarakat soal air bersih. “Kalau jaringan PDAM-nya enggak ada, terus orang demo, ya salah siapa? Harusnya kan disiapkan dulu jalurnya, bukan nyuruh orang sabar,” ucapnya.
Anhar menyatakan bahwa semua upaya pencegahan KKN dalam dunia pendidikan akan sia-sia jika tidak dibarengi dengan pemerataan kualitas dan kuantitas infrastruktur pendidikan. Pemerintah harus mulai dari hal paling mendasar, membangun lebih banyak sekolah berkualitas dengan fasilitas yang setara.
“Kalau infrastrukturnya baik, enggak bakal ada kolusi atau nepotisme. Semua orang tua pasti bisa menerima anaknya sekolah di mana pun karena kualitasnya setara. Ini yang semestinya menjadi fokus,” bebernya.
Ia pun mendorong Pemerintah Kota Samarinda untuk tidak hanya mengeluarkan edaran atau membentuk satgas semata, melainkan bekerja lebih keras dalam menyelesaikan persoalan riil di lapangan.
“Kami mendukung pendidikan bersih, tapi jangan biarkan jargon-jargon itu menutupi kewajiban utama pemerintah: memastikan semua anak mendapatkan pendidikan yang layak tanpa diskriminasi fasilitas,” tutup Anhar.