Lensaborneo.com, Samarinda – Di tengah gejolak harga minyak dunia yang kembali melonjak hingga menyentuh angka 100 dolar AS per barel dalam dua hari terakhir, Wali Kota Samarinda, Andi Harun, menyerukan respons cepat dan terukur terhadap potensi dampak yang ditimbulkan pada ekonomi lokal maupun nasional.
Ia menilai, situasi ini tidak bisa dianggap remeh karena akan berpengaruh langsung pada struktur biaya produksi barang, yang ujungnya memicu inflasi dan menekan daya beli masyarakat.
“Setiap kenaikan harga minyak bukan hanya soal energi. Itu menyentuh seluruh lini ekonomi. Produksi barang menjadi lebih mahal, distribusi ikut terdampak, dan pada akhirnya harga barang naik. Inilah penyebab utama inflasi, dan inflasi yang tinggi bisa menurunkan PDB serta memicu masalah sosial,” ujar Andi Harun, Rabu (25/6/2025).
Ia menjelaskan, dalam kondisi seperti ini, pemerintah daerah dituntut cerdas dan adaptif dalam mengelola anggaran. Kenaikan Produk Domestik Bruto (PDB) di satu sisi memang bisa menjadi indikator pertumbuhan, namun jika tidak ditopang kemampuan fiskal yang memadai untuk menopang program-program strategis, maka pertumbuhan tersebut bisa menjadi beban baru.
“Pendapatan kita naik, iya. Tapi kemampuan kita untuk mengeksekusi program-program pembangunan secara menyeluruh belum tentu sebanding. Di sinilah pentingnya efisiensi belanja dan penataan ulang prioritas,” lanjutnya.
Salah satu langkah konkret yang mulai dilakukan Pemkot Samarinda, kata Andi Harun, adalah menjalin kolaborasi strategis dengan perguruan tinggi negeri.
Menurutnya, keberadaan lembaga pendidikan tinggi harus dioptimalkan sebagai mitra ilmiah dan kebijakan, bukan hanya sekadar pelengkap data atau pelatihan.
“Kita harus belajar membelanjakan uang rakyat secara optimal. Salah satunya dengan melibatkan kampus-kampus dalam penyusunan, monitoring, hingga evaluasi program. Karena mereka punya kapasitas riset dan basis akademik yang kuat,” tuturnya.
Wali Kota juga menanggapi secara terbuka kritik dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang menyebut sejumlah program Pemkot belum berbasis anggaran yang efisien dan terintegrasi. Ia menegaskan, kritik tersebut justru menjadi cermin untuk introspeksi sekaligus momentum untuk memperbaiki struktur belanja dan kinerja birokrasi.
“Kalau kita sudah cemas duluan hanya karena dikritik, berarti memang ada yang perlu kita benahi. Tapi kalau kritik itu kita tanggapi dengan keterbukaan dan perencanaan yang matang, justru itu akan memperkuat legitimasi kita sebagai pemerintah,” tegasnya.
Lebih jauh, Andi Harun mengingatkan kembali pentingnya fungsi-fungsi dasar pemerintah daerah, mulai dari pembinaan ideologi negara, penguatan wawasan kebangsaan, hingga stabilitas sosial dan politik.
Ia menyatakan, kelima elemen tersebut harus dijadikan fondasi dalam merumuskan setiap kebijakan publik, termasuk dalam konteks menghadapi dinamika ekonomi global seperti saat ini.
“Jangan sampai kita sibuk membahas proyek pembangunan tapi lupa membina kerukunan, atau menguatkan nilai-nilai kebangsaan. Stabilitas sosial dan politik juga bagian dari pertumbuhan ekonomi. Itu semua harus berjalan beriringan,” pungkasnya.(adv/Lis)