Lensaborneo.com, Samarinda – Di tengah dinamika distribusi energi yang kerap menimbulkan gejolak di berbagai daerah, Pemerintah Kota Samarinda mengambil langkah proaktif dengan merumuskan pendekatan baru, menjadikan Samarinda sebagai simpul utama ketahanan bahan bakar minyak (BBM) di Kalimantan Timur.
Langkah ini ditandai dengan pertemuan informal antara Wali Kota Samarinda Andi Harun dan perwakilan Pertamina. Meski digelar tanpa seremonial resmi, diskusi tersebut menjadi ruang strategis untuk membicarakan peta distribusi BBM, tantangan pasokan, serta kemungkinan pembentukan skema distribusi lintas wilayah berbasis data dan mitigasi risiko.
“Ini bukan sekadar soal stok hari ini. Kita harus berpikir ke depan, bagaimana Samarinda bisa menopang ketahanan energi di wilayah sekitarnya secara berkelanjutan,” terang Andi Harun.
Berdasarkan data terakhir, dari 30 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) yang beroperasi di Samarinda, dua di antaranya mengalami kendala pasokan. Namun, hal ini bukan karena suplai dari Pertamina terhambat, melainkan lebih pada keterbatasan modal operasional pihak swasta.
“Masalahnya bukan di Pertamina. Kita harus fair. Ini soal kesiapan SPBU itu sendiri. Dan secara keseluruhan, stok BBM kita masih dalam batas aman,” ujarnya.
Isu kelangkaan BBM di Balikpapan sempat memicu kekhawatiran publik akan kemungkinan dampak beruntun di daerah lain. Andi Harun mengonfirmasi bahwa sebagian pasokan dari Samarinda memang sempat dialihkan untuk membantu penanganan situasi di Balikpapan, namun distribusi ke masyarakat Kota Tepian tetap terjaga.
“Distribusi ke Balikpapan itu bagian dari solidaritas dan koordinasi regional. Tapi kita pastikan, pengiriman itu tidak mengganggu pasokan di Samarinda,” tegasnya.
Lebih jauh, Wali Kota menyampaikan perlunya penguatan posisi Samarinda sebagai hub logistik energi. Ia menekankan bahwa selain melayani kebutuhan lokal, Samarinda juga menjadi jalur vital bagi pasokan BBM ke kabupaten/kota lain seperti Kutai Kartanegara, Kutai Timur, bahkan Mahakam Ulu.
“Posisi kita strategis. Maka logika pengelolaannya pun harus strategis. Kita tidak bisa hanya berpikir untuk satu kota, tapi untuk Kaltim secara menyeluruh,” pungkasnya.
Gagasan ini menempatkan Samarinda tak sekadar sebagai kota konsumen, tetapi sebagai pusat koordinasi dan distribusi energi untuk wilayah regional. Dengan penguatan koordinasi antara Pemkot, Pertamina, dan pemerintah kabupaten/kota sekitar, skema ini dapat menjadi model baru tata kelola energi berbasis solidaritas regional dan efisiensi distribusi. (Liz/adv)