SAMARINDA – Kekerasan seksual terhadap Perempuan, khususnya Perempuan muda, mencerminkan kegagalan perlindungan sekaligus kuatnya stigma di Masyarakat. Di Samarinda, data dan pengalaman lapangan menunjukkan bahwa Perempuan muda masih menghadapi risiko besar unutk memperoleh keadilan dan pemulihan yang layak.
Paralegal Perempuan Muda Sebaya (PPMS) dari Perempuan Mahardhika Samarinda telah melakukan pendampingan dan advokasi korban. Dari proses tersebut, PPMS menemukan berbagai tantangan di lapangan. Dalam rangka menumbuhkan kolaborasi dan sinergitasi untuk memperbaiki sistem penanganan kasus kekerasan lebih kuat, PPMS menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertemakan “Tantangan Advokasi Perempuan Muda Korban Kekerasan: Menagih Komitmen Negara dalam Implementasi UU TPKS”. Kegiatan dilaksanakan di Zoom Hotel Mulawarman Samarinda, Jum’at 29 Agustus 2025.
FGD dihadiri oleh LBH APIK Kalimantan Timur, UPTD PPA Kota Samarinda, UPTD PPA Kalimantan Timur, Unit PPA Polresta Samarinda, serta Forum Peduli Terhadap Kekerasan Rumah Tangga (Perkasa) Kelurahan Masjid.
Koordinator PPMS, Disya Halid menerangkan, 6 tantangan yang dihadapi pihaknya selama melakukan pendampingan sejak terbentuk pada Juli 2024. Diantara lain, adanya hambatan sistemik dan layanan formal; bias usia dan status perkawinan; hambatan psikologis dan ekonomi penyintas; keterbatasan sosialisasi UU TPKS di Masyarakat; kerentanan di dunia kerja; dan, tantangan operasional pendamping PPMS.
“Temuan PPMS dari pendampingan kasus menunjukkan bahwa hambatan terbesar ada pada akses layanan, mekanisme pemulihan dan jaminan perlindungan yang belum jelas. Ketiadaan aturan teknis membuat banyak penyintas Perempuan muda Kembali mengalami reviktimisasi, baik di ranah hukum maupun sosial,”kritiknya.
Dalam mewujudkan penanganan kasus kekerasan yang responsif dan inklusif, PPMS tidak bisa berjalan sendiri. Sehingga meminta kepada pihak terkait untuk berkomitmen bersama dalam memperkuat koordinasidan sosialisasi di tingkat akar rumput agar implementasi UU TPKS bisa terwujudkan.
Ayunda Rahmadani, Psikolog klinis UPTD PPA Samarinda mengakui bahwa fasilitas di Kantor UPTD PPA Samarinda memang belum memadai. Tetapi pihaknya sedang melaksanakan rehabilitasi besar bangunan sehingga UPTD PPA lebih representatif dan menjadi ruang aman bagi korban yang ingin mengadu.
FGD ini dihadiri pula oleh perwakilan Unit PPA Polresta Samarinda, Bripta Wahyu Hartanto menyatakan bahwa ada karakter kasus kekerasan yang perlu diidentifikasi pihaknya untuk bisa menggunakan UU TPKS sebagai dasar hukum. Pun, ketika menggunakan hal tersebut, pihaknya juga tidak bisa bergerak secara luwes ketika dari pihak kejaksaan memutuskan penggunaan dasar hukumnya.
Melalui sosialisasi tersebut, diharapkan kasus kekerasan terhadap perempuan muda bisa ditekan.“Perempuan juga hendaknya lebih membekali diri, secara perekonomian, secara keterampilan, jadi mereka lebih mandiri.”
“Harapannya untuk ke depannya agar di lapangan lebih bersinergi antara PPMS Samarinda dan Unit PPA Polresta Samarinda yang berhubungan dengan perempuan dan anak,”jelasnya.
Setelah melalui diskusi mendalam, para peserta menyepakati beberapa hal sebagai berikut :
- Perluasan sosialisasi dan penyuluhan di tingkat akar rumput dengan tema UU TPKS, edukasi seks, tata cara pengumpulan bukti bagi korban kekerasan, dan pencegahan kekerasan
- Adanya pelatihan peningkatan kapasitas penyintas korban kekerasan berupa : pemberdayaan ekonomi dan perlindungan diri
- Jaringan koordinasi antara instansi terkait dalam penanganan kasus kekerasan terhadap Perempuan muda
- Mewujudkan aksi preventif dan penanganan kasus kekerasan terhadap Perempuan yang responsif, inklusif dan berperspektif korban
Kesepakatan ini disusun sebagai bentuk komitmen Bersama untuk memperkuat perlindungan dan pemenuhan hak Perempuan muda korban kekerasan. Selanjutnya, kesepakatan ini akan menjadi dasar dalam Langkah advokasi dan kolaborasi lintas pihak.(adv)
Sumber rilis hms Perempuan mahardika







Users Today : 863
Users Yesterday : 923
Total Users : 960061
Total views : 5272621
Who's Online : 18