Samarinda, Lensaborneo.com – Ketakutan publik terhadap ancaman bencana di Samarinda tak boleh dianggap sepele. Bagi Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Andriansyah, kekhawatiran warga justru merupakan sinyal penting bahwa pola pembangunan di kota ini perlu dibenahi secara menyeluruh.
“Kalau masyarakat sudah takut, mau seaman apa pun bangunannya, mereka tetap enggan memanfaatkan. Sayang anggaran yang sudah dikeluarkan kalau akhirnya tak digunakan,” tegas Andriansyah, belum lama ini.
Pernyataan itu disampaikan Andriansyah menyusul meningkatnya sorotan terhadap sejumlah infrastruktur besar di Samarinda, termasuk proyek Terowongan Samarinda yang telah menelan dana besar.
Ia mengingatkan, jika pemerintah gagal membangun komunikasi dan transparansi, maka kepercayaan masyarakat akan hilang, dan itu jauh lebih sulit diperbaiki daripada sekadar memperbaiki bangunan fisik.
Menurutnya, ketakutan warga tidak muncul tanpa sebab. Beberapa kejadian tragis seperti banjir dan longsor di Kelurahan Lempake yang menelan korban jiwa menjadi bukti bahwa sistem mitigasi bencana di Samarinda masih lemah.
Ia menyesalkan kecenderungan pemerintah yang baru bertindak setelah bencana terjadi.
“Seringkali kita ini baru gerak kalau sudah ada yang jadi korban. Jalan rusak dibiarkan bertahun-tahun, tapi baru heboh setelah ada yang jatuh. Ini pola pikir yang harus dibenahi kalau kita memang serius soal keselamatan warga,” kritik politisi Demokrat itu.
Andriansyah juga mengingatkan agar pemerintah tidak saling menyalahkan atau membiarkan isu simpang siur berkembang di masyarakat. Menurutnya, langkah terbaik adalah membuktikan keamanan fasilitas dengan data terbuka dan pendekatan yang meyakinkan.
“Ketika ada kejadian seperti ini, jangan malah saling menyalahkan atau membiarkan informasi berkembang liar. Itu hanya akan menambah ketakutan di masyarakat,” ujarnya.
DPRD, kata dia, kini mulai mendorong agar kebijakan pembangunan berbasis risiko bencana masuk dalam setiap perencanaan teknis. Tidak cukup hanya membahas desain dan anggaran, tetapi juga mempertimbangkan peta kerawanan dan skenario darurat sejak awal.
“Jangan tunggu bencana datang baru sibuk cari solusi. Seharusnya tiap rencana pembangunan sudah dihitung risikonya sejak awal, supaya kita tidak terus-menerus terjebak dalam pola tanggap darurat,” pungkasnya. (Liz/adv)