Kukar.Lensaborneo.com – Pelestarian budaya lokal di Kutai Kartanegara (Kukar) membutuhkan lebih dari sekadar membaca buku sejarah di kelas. Generasi muda dinilai perlu diajak langsung melihat dan merasakan situs-situs bersejarah yang tersebar di berbagai penjuru daerah.
Pamong Budaya Ahli Muda Bidang Cagar Budaya dan Permuseuman, M. Saidar, menilai kunjungan lapangan adalah kunci dalam membangkitkan kesadaran dan kebanggaan generasi muda terhadap warisan leluhur mereka.
“Situs bersejarah seperti Museum Mulawarman, Makam Kesultanan, atau Taman Titik Nol bukan hanya tempat wisata. Itu ruang belajar hidup yang belum banyak dimanfaatkan,” ujar Saidar, Selasa (29/4/2025).
Ia menyayangkan masih minimnya inisiatif sekolah untuk membawa siswa mengenal sejarah lokal secara langsung. Menurutnya, metode ini jauh lebih membekas dibandingkan pembelajaran di dalam kelas.
“Anak-anak akan lebih tertarik dan mudah mengingat sejarah kalau mereka bisa melihat langsung bukti peninggalannya, bukan cuma mendengar dari guru atau membaca buku,” tambahnya.
Digitalisasi dan Masa Depan Edukasi Budaya
Menyambut era digital, Saidar juga mengungkapkan rencana program Digitalisasi Inovasi Cagar Budaya yang saat ini sedang dipersiapkan. Targetnya, pada tahun 2026 nanti, masyarakat bisa menjelajahi sejarah Kukar secara daring melalui platform interaktif yang ramah generasi muda.
“Lewat digitalisasi ini, kami ingin menyuguhkan situs budaya Kukar dalam format yang mudah diakses dan menarik, bahkan oleh mereka yang belum sempat datang langsung,” katanya.
Langkah ini diharapkan menjadi jembatan bagi pelajar dan masyarakat luas agar tetap bisa mengenal dan mencintai warisan budaya lokal, meski di tengah keterbatasan akses.
“Kalau tidak sekarang mereka dikenalkan sejarah Kukar, nanti akan sulit membentuk identitas dan kebanggaan lokal,” tegas Saidar.
Disisi lain, ia berharap sekolah, guru, dan orang tua bisa bersinergi untuk membuka ruang belajar sejarah yang lebih terbuka dan menyenangkan bagi anak-anak.
“Belajar sejarah itu bisa seru. Kuncinya adalah membawa mereka keluar dari tembok kelas dan membiarkan mereka melihat sendiri jejak leluhur mereka,” pungkasnya. (Adv/Kominfokukar)