Penulis : Handoko // Editor : Redaksi 02
Lensaborneo.id, Samarinda – Pandemi COVID-19 yang berkepanjangan menjadi salah satu penyebab timbulnya potensi kekerasan pada anak dan perempuan. Hal itu disampaikan oleh Anggota Komisi IV DPRD Kaltim Fitri Maysaroh.
Menurutnya, sosialisasi dan edukasi pada masyarakat penting dimaksimalkan guna mencegah munculnya kasus kekerasan pada anak dan perempuan.
Ditemui usai mengikuti rapat Banmus DPRD Kaltim, Fitri Maysaroh mengatakan, terkait permasalah tersebut, dirinya pernah melakukan diskusi dengan dinas terkait, termasuk dengan lembaga dan organisasi yang berkaitan kewanitaan dan anak. Ia menyebut, di masa pandemi COVID-19, banyak hal yang menjadi penyebab potensi kekerasan pada perempuan dan anak.
Namun dari banyak kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang terjadi, tidak terungkap, hingga menyebabkan potensi berulangnya kejadian.
“Saya pernah melakukan diskusi tentang ini dengan Dinas Perlindungan Anak dan Perempuan. Kita mengkhawatirkan kalau ini terjadi di luar perkiraan. Karena di masa pandemi, aktivitas bertemu jadi berkurang, tapi bukan berarti kejadian-kejadian yang mungkin bisa terjadi, tidak terjadi dan bisa jadi tidak terlaporkan, bisa jadi tidak terdengar oleh mereka kejadian yang ada. Artinya sejauh ini yang kami lakukan adalah senantiasa mengingatkan dinas terkait, dalam hal ini untuk terus melakukan edukasi ke masyarakat untuk melakukan pencegahan, dari hal yang tidak kita inginkan,” terangnya pada Senin (1/3/2021).
“Kita tetap melaksanakan satu penanganan ketika kasus terjadi, artinya pandemi bukan berarti menjadikan kita berhenti dari aktivitas sebelumnya,” timpalnya.
Legislatif dari fraksi PKS ini menekankan, melakukan edukasi ke masyarakat adalah salah satu upaya melakukan pencegahan dari hal-hal pemicu kekerasan pada perempuan dan anak.
Dirinya mengakui banyak kendala pada sosialisasi dan edukasi pencegahan kekerasan tersebut, bukan hanya terkait anggaran penanganan yang terlalu minim tapi minimnya dukungan pemerintah juga ia sesalkan.
“Salah satu kendala yang dihadapi dinas-dinas kita adalah soal anggaran. Saya pribadi dari Komisi IV, sangat prihatin, kenapa Pemerintah sangat sedikit sekali menganggarkan dana untuk edukasi ke masyarakat. Jangankan untuk hal yang sifatnya lebih dari itu, mengedukasi untuk preventif saja belum banyak. Contohnya, di Balikpapan anggaran sosialisasi tentang pola asuh yang benar terkait kekerasan, kalau dihitung hanya sanggup melakukan sosialisasi sekitar 20 RT setiap tahunnya. Padahal di sana ada sekitar 1.600 RT. Itu pangkal masalahnya. Sehingga saya mendorong pemerintah sebagaimana kita fahami bahwa, kondisi baik dan buruknya anak, tidak terlepas dari keluarga untuk memahami,” pungkasnya.