Samarinda,Lensaborneo.com – Ketua Komisi IV DPRD Kota Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menilai maraknya perilaku kekerasan dan kenakalan pelajar bukan hanya kegagalan sistem pendidikan di sekolah, melainkan bentuk dari minimnya kesadaran kolektif antara sekolah, orang tua, dan lingkungan sosial.
Ia menekankan bahwa, penguatan karakter siswa tidak bisa semata-mata dibebankan kepada guru atau lembaga pendidikan.
“Kita sering kali terburu-buru menyalahkan sekolah jika terjadi perkelahian antar pelajar, padahal banyak kasus justru berakar dari lemahnya kontrol di rumah,” tegas Novan, baru-baru ini.
Ia mengungkapkan bahwa mayoritas kasus kekerasan yang mencuat ke publik diketahui setelah tersebar melalui media sosial, bukan melalui laporan internal sekolah. Hal ini menjadi indikator bahwa deteksi dini dan pengawasan internal masih belum optimal.
Namun, ia menyatakan, langkah pencegahan tidak cukup hanya dari pihak sekolah, karena pola pengasuhan dan pembiasaan nilai-nilai moral juga harus diperkuat dari rumah.
“Banyak anak usia sekolah dasar hingga menengah pertama yang masih berkeliaran hingga larut malam. Ini bukan hanya soal disiplin anak, tapi juga cerminan dari longgarnya pengawasan orang tua,” jelasnya.
Novan menegaskan bahwa pendekatan holistik dalam pendidikan karakter menjadi sangat penting. Ia menyebut seluruh elemen masyarakat perlu dilibatkan, mulai dari orang tua, guru, lingkungan sekolah, hingga komunitas.
Dalam pandangannya, pendidikan karakter harus dirancang sebagai kerja bersama, bukan eksklusif menjadi beban tenaga pendidik.
DPRD tetap mendukung langkah-langkah berbasis teknologi untuk memperkuat pengawasan di sekolah. Salah satunya adalah usulan pengadaan kamera pengawas (CCTV) di ruang kelas dan koridor sekolah. Namun Novan menekankan bahwa CCTV hanyalah alat bantu, bukan solusi utama.
“CCTV bukan hanya alat bantu menangani kejadian, tapi bisa berfungsi preventif untuk membaca pola interaksi siswa. Tapi tetap, ujungnya adalah kesadaran kolektif,” tambahnya.
Komisi IV DPRD Kota Samarinda, lanjut Novan, akan mendorong sinergi dengan Dinas Pendidikan guna mengevaluasi sistem pembinaan dan memprioritaskan pelibatan guru Bimbingan Konseling (BK). Peran BK harus diperkuat secara kualitas dan kuantitas agar bisa merespons tantangan perilaku siswa yang semakin kompleks.
“Kita akan duduk bersama dinas untuk memastikan seluruh sekolah memiliki tenaga BK yang memadai dan berkompeten. Karena kalau gurunya hanya satu, menangani ratusan siswa, tentu tidak akan maksimal,” pungkasnya. (Liz/adv)