Samarinda, Lensaborneo.id — Minyak Bumi merupakan salah satu sumber energi konvensional yang saat ini digunakan oleh sebagian besar umat manusia. Itulah sebabnya, baik dari segi jumlah maupun harga dari minyak bumi dapat mempengaruhi kondisi ekonomi, politik dan sosial, begitupun sebaliknya.
Dalam kurun waktu tiga bulan terakhir harga minyak bumi mentah turun ke titik terendah disekitar USD 20 – USD 30 per barrel setelah 18 tahun terakhir (sumber : investing.com). Kondisi ini awalnya di akibatkan persaingan harga dan jumlah produksi minyak mentah antara Arab Saudi (OPEC) dengan Rusia pada tanggal 7 Maret 2020. Namun penyebab utama harga minyak mentah dunia (WTI/Brent) turun sangat tajam adalah konsumsi bahan bakar dunia yang berkurang akibat sejumlah Negara menerapkan kebijakan lockdown, dengan maksud untuk mengurangi penyebaran dari virus Covid 19, sehingga aktivitas masyarakat di berbagai negara juga berkurang.
Hampir semua Negara Produsen yang paling merasakan dampak dari penurunan harga minyak mentah (crude oil) ini, seperti Amerika Serikat dan Arab Saudi yang harus menurunkan jumlah produksi, begitu juga U.K. dan Brazil yang harus menurunkan Operating Cost untuk mendapatkan margin dari Harga minyak mentah yang rendah.
Indonesia dalam hal ini masih dapat dikatakan sebagai negara produsen walaupun jumlah impor minyak bumi (baik yang masih mentah atau sudah diolah) lebih besar daripada jumlah yang produksi untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dari masyarakat Indonesia yang mencapai ± 1.500.000 barel per hari.
Sebagai Negara produsen Migas (minyak dan gas) yang juga terkena dampak dari permasalahan ini, belum ada satu kebijakan pun yang dikelaurkan oleh Pemerintah Indonesia. Bahkan beberapa perusahaan di sektor hulu migas sudah lebih dulu melakukan replaning untuk setiap kegiatan produksi sebagai langkah awal dalam menghadapi situasi ini.
Pemerintah saat ini masih berfokus kepada pengurangan penyebaran Covid-19 dengan sejumlah kebijakan PSBB di beberapa daerah. Kebijakan ini secara tidak langsung telah mengurangi jumlah konsumsi BBM masyarakat sehingga memberikan keuntungan kepada Negara. Salah satu keuntunganya adalah jumlah impor minyak yang turun dari 1.000.000 barel per hari menjadi 700.000 barel per hari sehingga Bank Indonesia menghemat anggaran untuk impor minyak dari 60 juta USD per hari menjadi 14 juta USD per hari (sumber : data Rudi Rubiandini).
Sektor hilir migas merupakan sektor yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari penurunan harga minyak mentah dunia ini. Pemerintah sudah seharusnya menyiapkan kebijakan untuk setiap kegiatan di sektor hilir ini, seperti menurunkan harga BBM. Penurunan harga BBM ini sangat menguntungkan bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang bekerja di bidang transportasi umum.
Berbeda dengan hilir, sektor hulu tidak mendapat keuntungan dari kondisi ini bahkan dapat mengakibatkan kerugian bagi Negara, begitu juga bagi pekerja di sektor ini yang akan lebih dulu merasakan dampak dari berbagai kebijakan beberapa perusahaan.
Dengan semangat hari buruh yang bertepatan pada hari ini, sudah saatnya Pemerintah dalam hal ini Presiden duduk bersama dengan para stakeholder terkait untuk mencari solusi terbaik dari kondisi ini, sebelum adanya kebijakan sepihak dari beberapa perusahaan yang dapat merugikan para pekerja. Sehingga kebijakan yang akan keluar nanti tetap memperhatikan kesejahteraan seluruh pekerja dan masyarakat pada umumnya.
Penulis : Michael Anggi (Wakil Sekretaris Umum PP GMKI/ mahasiswa S2 Geofisika Reservoir Universitas Indonesia)