Kamis, Juni 19, 2025
  • Home
  • Blog
  • Nasional
  • Berita Daerah
    • DPMPD Kaltim
    • Dispora Kaltim
    • DPRD Kaltim
    • DPRD Kutim
    • DPRD Samarinda
    • DPRD Kota Balikpapan
    • Kabupaten Berau
    • Kabupaten Kutai Barat
    • Kabupaten Mahakam Ulu
    • Kominfo Kutai Timur
    • KPID Kaltim
    • Kominfo Kaltim
    • Kominfo Samarinda
    • Kota Balikpapan
    • Kota Bontang
    • Kota Samarinda
    • Kominfo Kutai Kertanegara
  • Opini & Publik
  • Redaksi
  • Legalitas
  • INFO PRODUK
  • Pedoman Media
No Result
View All Result
LensaBorneo.com
Advertisement
  • Home
  • Blog
  • Nasional
  • Berita Daerah
    • DPMPD Kaltim
    • Dispora Kaltim
    • DPRD Kaltim
    • DPRD Kutim
    • DPRD Samarinda
    • DPRD Kota Balikpapan
    • Kabupaten Berau
    • Kabupaten Kutai Barat
    • Kabupaten Mahakam Ulu
    • Kominfo Kutai Timur
    • KPID Kaltim
    • Kominfo Kaltim
    • Kominfo Samarinda
    • Kota Balikpapan
    • Kota Bontang
    • Kota Samarinda
    • Kominfo Kutai Kertanegara
  • Opini & Publik
No Result
View All Result
Lensaborneo.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Blog
  • Nasional
  • Berita Daerah
  • Opini & Publik

Pak Pungtuasi

28/05/2022
in Advertorial, Opini & Publik, Profil
Pak Pungtuasi


Oleh Dr. Sunarto Sastrowardojo, Ketua Satupena Kalimantan Timur

Sejak tahun 2015 ketika Puisi Esai muncul di Kalimantan Timur, punya penggemar setidaknya. Para sastrawan atau, penulis puisi yang lazim disebut penyair  di Kaltim jengah. Karena tiba tiba saja dukun puisi esai itu mengalihkan sebagian besar sudut pandang para penyair.

Sastrawan kolonial ini tersinggung karena ulah Denny mengungkap kejujuran dalam ber Puisi Esai yang menurut saya lahir dari senggama penyair berotak dan kegundahan akibat peradaban Indonesia yang mulai bergeser.

Waktu itu, di awal 2015 tak pernah saya mendengar para sastrawan Kalimantan Timur. Termasuk Maiyah Kelompok muda spiritualisnya Cak Nun memperbincangkan apalagi yang buruk tentang peselingkuh kedudayaan dan nalar, Denny JA.

Mereka asik menghargai membentuk kelompok pecinta puisi luar biasa, seperti Chairil Anwar, Pramoedya, NH Dini, Ayu Utami, Rendra, Taufik, Marah Rusli, Tohari, STA, Budi Darma, Mochtar Lubis, Cak Tarji, Dewi Lestari, GM, Jan Engelbert Tattengkeng, Abdul Muis, Ajib Rosidi, Putu Wijaya, Yapi Panda Abdiel Tambayong hingga Pinurbo, Andrea Hirata, Djenar Maesa Ayu dan Muhammad Panji Aswan, sastrawan muda Kalimantan Timur yang hidupnya berakhir akibat gagal ginjal.

Mereka semua menyibukkan diri dan hidupnya untuk merasakan bisikan Tuhan. Bahkan Panji wafat dan kehilangan gelarnya sebagai sarjana sastra dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman karena tidak menyelesaikan skkripsnya. Panji memilih untuk berakarya dan menyepikan telinga dan dirinya dari hingar bingar hidup.

Beberapa karya Panji di antaranya Curahan Hati Pelacur, Di Perahu AKu Mabuk Rindu, Dua Anak Kecil Bermain di Hari Kamis, Sabda Lelaki dan Anak Anak Gendut (Antologi Puisi) dan Anjing (Antologi Cerita Pendek).

Dia pernah bilang ke saya saat bertemu di Samarinda, sebulan sebelum wafat di hadapan Tami, salah satu pengurus Pusar Satupana.” Ndakpapa, pak yang penting saya sudah dapet ilmuanya.”

Saya pun tak repot dengan tingkah laku sastrawan Kalimantan Timur yang saya pahami sebagai upaya membaca dan menuliskan kebesaran Tuhan itu. Bahkan santai ketika dicantoli gelar Pak Pungtuasi.

Mereka pun seolah tidak peduli ketika saya cerewet soal karya karena lemah pada penulisan Bahasa lisan yang harus ditulis, terutama pada tanda baca. Mungkin saya bukan sastrawan atau penyair populis. Saya pun tak bangga dan membusungkan dada akibat omelan saya mereka baik dalam teknik penulisan yang benar dengan omelan saya soal pungtuasi.

Tapi beberapa waktu terakhir saya benar benar jengah ketika mereka melecehkan Satupena di WAG:

Bagi saya tidak perlu membaca ini lagi. Sejak awal orbitnya nama Denny JA menjadi polemik tersendiri di kalangan penulis dan pemerhati sastra Indonesia secara umum. Dan sampai saat ini para kroni Denny JA, masih terus bergerilya dengan propaganda palsu yang makin ga jelas juntrungannya. Sejak saat itu hingga nanti, saya masih meragukan kriteria dan kontribusi Denny JA sebagai sastrawan berpengaruh di Indonesia.

Mereka memperbincangkan dan men share tulisan di Kompas.com Cek fakta Hoaks atau Fakta Berita Viral, Hoaks atau Fakta? CEK FAKTA: Menilik Klaim Pencalonan Denny JA sebagai Nomine Nobel Sastra 2022 Kompas.com yang dimuat pada 18/01/2022, 06:56 WIB.

Denny JA bukan siapa siapa buat saya. Mengenal pun tidak. Komunikasi saya melalui WA, sebagai Ketua Umum Satupena Pusat dengan Ketua Satupena Provinsi. Berada di kubu Denny JA, dengan demikian saya tidak bisa dibilang teman, relasi atau sahabat, karena perkenalan saya hanya sepihak dan saya mengenal Denny JA sebagai Tuhan Pemilu dan sempat masuk deretan orang kaya di republik ini dengan kata lain Denny JA tidak mengenal saya.

Sebagai pencetus genre baru dalam bersastra wajar jika ada perdebatan dan Denny pun tak peduli sebenarnya, karena nalarnya cukup untuk memprediksi sesuatu terutama tentang riset dan Puisi Esai adalah bagian risetnya untuk meluruskan sastrawan di bumi agar jujur ketika menulis dan tidak menimbulkan perspekti atau bahkan penafsiran yang salah tentang karya seseorang.

Kejujuran itu menurut saya ada di Footnote. Maksud saya begini catatan kaki dalam versi Denny JA di Puisi Esai merupakan upaya yang menjelaskan berkaitan dengan definisi catatan kaki adalah daftar keterangan khusus yang ditulis di bagian bawah halaman atau akhir bab atau sub bab pada karya ilmiah. Menurut KBBI catatan kaki yaitu berupa keterangan yang dicantumkan di margin bawah halaman buku untuk menambah rujukan uraian dari naskah pokok.

Denny berkeinginan agar perbincangan yang sastrawi juga mewarnai diskusi kaum intelektual akademik. Bahkan di ruang publik. Pertimbangannya, mungkin juga pertimbangan Denny JA, adalah sastrawan Indonesia yang mendunia presentasinya kecil yang berasal dari Fakultas Ilmu Budaya

Kejujuran yang diharapkan Denny seperti karyanya pembantaian etnis China itu. Bahasanya memang fulgar dan memicu kemarahan orang orang China. Itu perspektif. Itulah sudut pandang dan itulah fakta yang ditulis oleh Denny.

Denny menggunakan uangnya untuk membaptis dirinya sebagai sastrawan. Kalau jawabannya, Ya lalu apa masalahnya. Pemerintah Indonesia belum mampu menumbuhkan nafas kehidupan finansial penulis, penyairnya.

Denny satu satunya penulis yang membagi duitnya ke seluruh Indonesia untuk menumbuhkan minat bahkan literasi menulis, hingga ratusan miliar rupiah. Lalu ada yang tega menyebut upaya Denny adalah modus untuk meraih penghargaan bergengsi di bumi, yakni Nobel Sastra setelah Pramoedya dinyatakan gagal.

Coba liat salah satu persyaratan penerima anugerah nobel adalah orang yang diajukan oleh Ketua organisasi penulis yang memenuhi syarat sebagai perwakilan dari produksi sastra dan karya sastra negara mereka. Bukan saja pemerintah, penerima nobel sebelumnya atau tim khusus Nobel. Ya kan? #

 

 

 


Berita Terkait

Transportasi Umum Belum Mendukung, DPRD Samarinda Dorong Pemkot Atasi Masalah ini Bersama

Menjaga Kualitas Air Olahan dan Kerusakan Peralatan Perumdam Tirta Kencana Samarinda Lakukan Pengurasan  Bak Lumpur Clarifier 1 dan 2 di IPA Bendang Samarinda

Tags: Satu Pena Kaltim
Share232Tweet145
Previous Post

Tingkatkan  Potensi Masyarakat Desa DPMPD Gelar Pelatihan

Next Post

DKP3A : Cakupan Kepemilikan KTP-el dan KIA di Kaltim Lampaui Target Nasional

Next Post
DKP3A : Cakupan Kepemilikan KTP-el dan KIA di Kaltim Lampaui Target Nasional

DKP3A : Cakupan Kepemilikan KTP-el dan KIA di Kaltim Lampaui Target Nasional

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

828516
Users Today : 398
Users Yesterday : 777
Total Users : 828516
Total views : 4587530
Who's Online : 10

© 2019-2024 Lensaborneo,com All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Blog
  • Redaksi
  • INFO PRODUK
  • Pedoman Media
  • Legalitas
  • Berita Daerah
  • Nasional
  • Popular

© 2019-2024 Lensaborneo,com All Rights Reserved