Lensaborneo.com- Pembangunan yang pesat di pusat Kota Samarinda telah membawa perkembangan signifikan, namun juga menimbulkan berbagai dampak negatif. Salah satunya adalah perputaran transportasi yang tidak berjalan efektif dan efisien, membuat masyarakat merasa resah.
Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Angkasa Jaya Djoerani, menyampaikan keprihatinannya terhadap pembangunan yang hanya terfokus di pusat kota. Ia menilai bahwa fokus tersebut perlu dievaluasi agar pembangunan bisa lebih merata dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di berbagai wilayah kota.
“Walikota harus mampu melihat dan memahami kebutuhan masyarakat di berbagai titik, bukan hanya di pusat kota,” jelas Angkasa.
Ia juga mempertanyakan apakah proyek-proyek besar seperti pembangunan Terowongan dan Teras Samarinda benar-benar berdasarkan kebutuhan masyarakat atau hanya kepentingan para pemangku jabatan. Angkasa menekankan bahwa masih banyak alternatif lain yang lebih efisien untuk diimplementasikan.
“Jika hanya berdasarkan keinginan, itu berbeda dengan kebutuhan nyata masyarakat, seperti mengurangi kemacetan. Ada solusi lain dengan budget yang lebih kecil,” ujarnya.
Angkasa menekankan pentingnya memperhatikan pembangunan di wilayah pinggiran kota, yang sering kali diabaikan ketika fokus hanya di pusat kota.
Ia mengibaratkan situasi ini dengan teori “bubur panas,” di mana pembangunan harus dimulai dari pinggiran untuk mendapatkan hasil yang optimal.
“Pembangunan harus memperhatikan seluruh wilayah untuk kepentingan masyarakat secara keseluruhan,” tambahnya.
Menurut Angkasa, pembangunan yang hanya terpusat di tengah kota menunjukkan adanya konflik sosial yang tinggi. Ia menilai bahwa pemerintah seolah hanya ingin membangun jati diri mereka sendiri, bukan memenuhi kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. “Itu adalah sebuah investasi politik di masa yang akan datang,” tandasnya. (Liz/adv)