Lensaborneo.com, Samarinda — Rapat lanjutan dari penertiban bensin eceran yang menggunakan alat Pertamini maupun botolan eceran di kota Samarinda terus dikebut. Rapat lanjutan ini dilaksanakan bertempat di ruang rapat Asisten III, Balaikota, Samarinda pada hari Jum’at (13/05).
Beredarnya penjualan bensin di pom mini atau dalam wadah botol eceran sudah menjadi permasalahan di kota Samarinda. Apalagi banyak kasus kebakaran maupun meninggal dunia disebabkan oleh bensin yang dijual bebas ini.
“Pertamini dan penjual bahan bakar di pinggir jalan ini sudah makin menjadi masalah kota. Apalagi suasana kota kita banyak kejadian-kejadian yang timbul karena peredaran penjualan bahan baik yang dalam bentuk modifikasi SPBU kecil atau disebut juga Pertamini maupun penjual-penjual botol di pinggir jalan,” ucap Ali Fitri Noor selaku Asisten III kota Samarinda.
Dalam hal ini Pemkot Samarinda meminta kepada pihak Pertamina untuk mengambil langkah dalam menangani permasalahan ini. Dimana sudah jelas tertulis dalam undang-undang 22 pasal 58 tahun 2001 bahwa penjualan migas hanya sampai SPBU dan tidak di distributorkan lagi kepada masyarakat.
“Pertamina mempunyai hak pengendalian karena jelas di Undang-Undang 22 pasal 58 tahun 2001 itu sudah menjelaskan bahwa alur dari pada penyaluran migas kepada masyarakat itu adalah yang terakhir itu SPBU tidak ada lagi alur-alur yang lain atau pasar-pasar yang lain,” jelas Ali.
Ali juga menyebutkan dampak negatif dari penjualan bensin eceran ini, bahkan sudah ada yang memakan korban jiwa.
“Dan yang terakhir ada kejadian-kejadian korban jiwa. Ini sudah terjadi pada tahun 2018 terjadi kebakaran di Palaran,2020 di jalan Otto Iskandar, kemudian di tahun 2020 juga di jalan Kehewanan, kemudian di tahun 2022 di jalan Wahab Syahranie yang merenggut korban jiwa,” jelas Asisten III ini.
Perlu ditegaskan lagi, aturan penjualan migas ini sudah tertera pada undang-undang, dan apabila ada yang melanggar maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku. Siapa yang melanggar undang undang tahun 2001 tentang migas diancam pidana maksimal 3 tahun penjara dan denda 30 miliar.
Para pedagang yang menjual bensin eceran akan diberikan sosialisasi terlebih dahulu dan diberikan pemahaman tentang kerugian dan termasuk penjualan illegal,” ujarnya.
Setelah diberikan sosialisasi maka pemerintah kota Samarinda memberikan waktu sekitar 30 hari lamanya untuk membersihkan dan menghentikan penjualan bensin eceran tersebut. Apabila dalam waktu yang telah ditentukan tidak ada pergerakan dari pedagang, maka Pemkot akan membuat satuan tim dari Satpol PP untuk menertibkan pedagang bensin eceran tersebut.(NIA/YL)