Samarinda,Lensaborneo.id—Ini bukan Kali pertama kerja wartawan mendapat perlakuan kekerasan dari oknum aparat, sekalipun sudah menunjukan jati diri sebagai wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistik, mengawal dan memberitakan terkait aksi penolakan UU Cipta Kerja.
PWI Kaltim, yang di pimpin oleh Endro.S Effendi, pun bersikap, dan menyatakan Sikap PWI Kaltim Terhadap Tindakan Represif Aparat kepada 5 Jurnalis di Samarinda
Lima wartawan menjadi korban represif aparat kepolisan di saat sedang meliput aksi solidaritas di depan Mapolresta Samarinda, Jalan Slamet Riyadi, Karang Asam, Sungai Kunjang, Kamis malam (8/10).
Aksi solidaritas dengan menyalakan lilin di depan pagar Mapolresta Samarinda dilakukan belasan aktivis atas penahanan 15 orang pasca demo penolakan UU Cipta Kerja di depan kantor DPRD Kaltim, beberapa jam sebelumnya.
5 wartawan yang mendapatkan tindakan represif:
- Samuel Gading (LensaBorneo.com)
- Yuda Almeiro (idntimes.com)
- Apriskian Sunggu (Kalimantan TV)
- Mangir Titiantoro (Disway Kaltim)
- Faisal Alwan Yasir (Koran Kaltim)
Kronologis:
- Pukul 22.00 Wita para wartawan mulai mendatangi Mapolresta Samarinda. Dua orang wartawan terlebih dahulu yang datang: Yuda Almerio (IDN Times) dan Samuel (Lensa Borneo).
- Yuda dan Samuel lantas bertemu Faihal Apriskian Sunggu
- Beberapa saat kemudian terjadi keributan antara masa aksi dengan sejumlah anggota kepolisian
- Keadaan semakin memanas dan emosi memuncak. Polisi membubarkan aksi itu. Kondisi ricuh di depan Mapolresta Samarinda. Secara spontan 5 para jurnalis tadi merekam secara langsung peristiwa tersebut
- Saat merekam, beberapa oknum polisi berteriak ke arah wartawan
- Situasi memanas saat oknum polisi tersebut menuduh teman-teman wartawan membuat “framing” atau memberitakan secara tidak berimbang.
- Ketika merekam, rambut Samuel Gading dijambak seorang oknum polisi berpakaian preman.
- Secara spontan Samuel berteriak dan mengatakan bahwa dirinya wartawan sambil menunjukkan Id card.
- Sang polisi meneriaki wartawan tersebut dengan nada kurang menyenangkan. “Memangnya kenapa kalau kamu wartawan?” ucap oknum polisi itu.
- Oknum polisi tersebut langsung melepas jambakan dan pergi ke dalam kerumunan.
- Yuda kemudian datang dan mencoba melereai dan mengklarifikasi. Namun tiba-tiba saja, dada Yuda ditunjuk secara kasar oleh oknum polisi lainnya
- Sambil menunjuk polisi itu meminta kepada Yuda agar memberitakan hal-hal yang baik saja.
- Hal yang sama terjadi kepada Apriskian yang dadanya juga ditunjuk dengan kasar. Oknum polisi pun mempertanyakan legalitas kewartawanan Apriskian.
- Di waktu bersamaan kaki Mangir diinjak sepatu laras oleh oknum polisi yang berseragam dan dihalangi oknum intel kepolisian.
- Usai mendapat tindakan represif, 5 wartawan ini diminta untuk bertemu menumui oknum polisi lainnya di kantor Unit Jatanras Satreskrim Polresta Samarinda.
- Merasa situasi pelik dan tidak kondusif, Mangir, Apriskian, Samuel dan Yuda, langsung mengambil motor di parkiran polres dan pulang.
- Sementara Faisal justru diminta tidak beranjak ke mana-mana.
- Saat itu Faisal berdiri di samping motornya di pelataran Kantor Cabang BCA
- Saat ingin pulang, oknum polisi bertanya ke Faisal. “Mau ke mana? Kamu tidak hargai saya kah, kok langsung pulang. Ke polres dulu,” ucap oknum polisi itu kepada Faisal.
- Karena bernada ancaman, Faisal menurut dan ikut ke Mapolres. Faisal, duduk di halaman samping ruang INAFIS. Dia berdiskusi dengan oknum polisi tersebut.
- Kepada Faisal, oknum polisi itu ingin bertemu dengan rekan wartawan lainnya.
- Setelah rekan yang lain tak kunjung datang, Faisal pun meminta untuk pulang. “Aku pulang saja dulu bang, daripada dicariin, ditelpon-telpon terus soalnya,” kata Faishal.
Atas kejadian ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Kalimantan Timur memberikan pernyataan sikap:
- Apa yang dilakukan oknum aparat itu kepada lima jurnalis Samarinda merupakan bentuk pelanggaran Undang-undang. Sebagaimana diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Isinya: “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja pers, dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau denda sebanyak Rp 500 juta.”
Dalam bekerja, jurnalis memiliki hak untuk mencari, menerima, mengelola dan menyampaikan informasi sebagaimana dijamin secara tegas dalam dalam Pasal 4 ayat (3).
Atas dasar itu, PWI Kaltim mengecam dan mengutuk tindakan represif aparat terhadap kerja jurnalistik saat meliput aksi solidaritas di depan Mapolresta Samarinda, Kamis malam (8/10).
- Menyangkan peristiwa yang menghalang-halangi kerja jurnaslistik, jelas bahwa jurnalis dalam bekerja dilindungi UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
- PWI Kaltim akan mengawal seluruh proses hukum yang akan diambil lima jurnalis yang menjadi korban atas intimidasi dan tindakan represif oleh oknum aparat.
- Meminta Kapolda Kaltim untuk mengusut/investigasi dan menindak bawahannya yang melakukan intimidasi dan kekerasan terhadap pekerja pers di Samarinda. Hasil investigasi lalu disampaikan ke public
- Dengan beredaranya video rekaman saat kejadian, tak sulit bagi kepolisian untuk menemukan dan menindak oknum polisi tersebut
- Meminta Kapolda memberikan sanksi tegas kepada anggotanya yang terbukti melakukan tindakan represif kepada wartawan. Mengingat peristiwa ini sudah sering terjadi di Samarinda dan Kaltim secara umum
- Agar kejadian itu tidak terulang, perlu adanya sanksi berat yang diberikan kepada oknum polisi bersangkutan sebagai bentuk efek jera.
- Meminta institusi kepolisian menyampaikan permohonan maaf terbuka kepada wartawan di Samarinda secara umum
Tertanda:
– Ketua Umum PWI Provinsi Kaltim: Endro S. Efendi
– Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Kaltim: Abdurrahman Amin
– Seksi Bidang Hukum PWI Kaltim: Sabir Ibrahim
Sumber : Rilis PWI Kaltim