LensaBorneo,Samarinda– Aksi Tolak RKHUP hari ini digelar oleh gabungan Mahasiswa Se kota Samarinda di dapan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Timur, Jalan Teuku Umar Karang Paci. Ratusan massa dari sejumlah universitas dan elemen mahasiswa berkumpul sejak pukul 08.30 WITA, Senin (23/9/2019) didepan Islami center.
Aksi demo kali ini memiliki jumlah masah hampir 1000 masa yang dimana aksi ini juga berkolaborasi dengan Persatuan Dosen Universitas Mulawarman yang ikut serta dalam penolaka RKHUP tersebut.
Massa yang tergabung dalam aliansi mahasiswa bersatu tersebut berasal dari tujuh kampus berbeda. Yaitu Unmul, IAIN, Untag Samarinda, Polnes, UMKT, UNU dan Widyagama. Terlihat dalam barisa juga, keikutsertaan elemen organisasi mahasiswa terdiri dari GMNI, HMI, KAMMI, GMKI dan PMII. Selain itu sejumlah dosen pun ikut turun.
RKUHP yang akhir akhir ini telah menjadi perbincangan masyarakat, karena dianggap masih terdapat sejumlah pasal kontroversial. Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa ini sebagai bentuk penolakan terhadap pengesahan RKUHP tersebut.
Pasal-pasal kontroversial tersebut di antaranya delik penghinaan terhadap presiden/wakil presiden (Pasal 218-220), delik penghinaan terhadap lembaga negara (Pasal 353-354), serta delik penghinaan terhadap pemerintah yang sah (Pasal 240-241). Selain dari pada itu juga ada Tuntutan mengenai penolakan revisi UU KPK.
Dalam pengamatan Lensaborneo, Sejak Pukul 10.50 WITA massa telah berada di depan kantor DPRD Kaltim sampai saat ini. Kemacetan pun tidak dapat di hindari, karang Paci lumpuh total. Polisi yang sudah berjaga sejak pagi tadi untuk mengamankan para pengunjuk rassa. Kendaraan anti huru-hara sudah siaga. Sekitar sepuluh truk dikerahkan berada di dalam komplek gedung DPRD Kaltim. Mulai dari water tank dan lainnya.
“Kami meminta presiden Jokowi segera terbitkan Perpu (Peraturan Pengganti Undang-undang) terkait UU KPK,” seru salah satu demonstaran.
Point penolakan tersebut diantaranya, menolak segala bentuk pelemahan KPK. Massa juga menuding pengesahan RUU KPK menjadi UU tidak termasuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2019. Namun pengesahan tersebut justru dikebut.