Medan, Lensaborneo.id — Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Sumut, Zulfikar Tanjung, berharap pemerintah dapat memberikan semacam insentif kepada para wartawan dalam meliput musibah Coronavirus (Covid-19).
“Wartawan juga manusia biasa, bukan superman. Jadi wajar bila dalam bencana Coronavirus ini wartawan meski tanpa pamrih meliput dan memberitakannya, juga mendapat perhatian khusus dari pemerintah,” ujarnya di Medan, Rabu (25/3).
Sembari memberi apresiasi atas kebijakan Presiden yang telah memberikan perhatian khusus kepada para dokter, tenaga medis, pelaku UKM dan koperasi, Zul yang juga pengurus PWI Sumut ini berharap wartawan hendaknya juga mendapat perhatian.
“Bagaimana teknis dan legitimasinya agar insentif itu bisa diberikan tanpa mengurangi independensi dan kaidah jurnalistik, pemerintah dapat meminta masukan dari Dewan Pers (DP) yang mempunyai konstituen berkompeten. Tentu DP dapat memikirkannya karena insentif itu khusus bagi pers dalam negara kondisi bencana,” ujarnya.
Zul yang juga anggota Litbang SMSI Pusat ini mengakui dalam Standar Perlindungan Wartawan yang ditandatangani sejumlah organisasi pers, perusahaan pers, tokoh pers serta Dewan Pers di Jakarta, 25 April 2008, hal semacam ini ditekankan menjadi tanggung jawab perusahaan pers.
“Dalam SOP itu jelas wartawan melaksanakan tugas khusus seperti di wilayah berbahaya dan atau konflik wajib dilengkapi peralatan keselamatan, asuransi serta pengetahuan. Namun kita tidak usah la berpura-pura, sebagian besar perusahaan pers hanya bisa memenuhinya dengan apa adanya. Untuk itu, pemerintah masih perlu ikut membantu semacam insentif,” tuturnya.
Dalam suasana bencana Coronavirus ini katanya wartawan memerlukan banyak biaya ekstra seperti untuk masker, handsanitizer dan lain-lain yang dalam waktu tertentu harus diganti dalam tugas relatif 24 jam, membeli pulsa dan paket internet yang banyak karena bekerja lebih banyak tidak di kantor sebab sebagian kantor tutup dan lainnya.
Lagipula sudah menjadi rahasia umum gaji wartawan sebagian besar masih sangat jauh dari standar kebutuhan minimum meskipun wartawan selama ini paling “ribut” kalau upah buruh di bawah UMR.
“Ini realita. Selama ini ekonomi keluarga wartawan banyak ditopang oleh isterinya yang mencari usaha tambahan misalnya berjualan, bekerja di perusahaan dan lain-lain. Namun karena social dan phisical distancing maka isteri dan keluarga lebih banyak di rumah sehingga tambahan ekonomi tersendat. Jadi wajar la kalau wartawan diberi insentif,” ujarnya.
Zul yang juga anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) Sumut ini mengemukakan wartawan adalah saksi atas berbagai peristiwa, sesuatu yang jarang dialami oleh orang kebanyakan. Wartawan adalah mata dan telinga bagi pembaca, pendengar dan pemirsa.
“Maka dari itu khalayak juga harus menyadari bahwa selain berprofesi sebagai jurnalis, wartawan juga manusia. Kemanusiaan adalah salah satu aspek kerja jurnalistik, meski ketika bekerja wartawan berusaha untuk tidak terpengaruh dengan liputan yang dilakukannya,” tuturnya.
Tidak dinafikan katanya sebagian perusahaan media sekarang sudah memberikan perhatian terhadap wartawannya namun masih banyak yang harus dilakukan untuk mencapai tahap ideal. “Wartawan yang tugas ke daerah berbahaya, harus dipastikan bahwa wartawan tersebut memiliki bekal yang cukup secara teknis maupun non-teknis,” ujarnya.
Karena wartawan menjadi saksi atas peristiwa menyedihkan baik akibat bencana ataupun lainnya maka wartawan dapat menjadi korban di daerah bencana atau konflik dan mengalami luka emosional.
Inilah bagian dari pekerjaan wartawan sama halnya dengan risiko yang harus dihadapi oleh tentara, anggota polisi dan anggota pemadam kebakaran. Karena itu perusahaan media dan dibantu masyarakat maupun pemerintah memiliki kewajiban untuk menjaga para wartawannya.
Mari sama dicamkan bahwa wartawan adalah manusia biasa jadi adalah sesuatu yang wajar bila wartawan diberi pertolongan untuk mendukung pelaksanaan tugasnya sebesar apapun dukungan tersebut diperlukan.
Tim editor