Lensaborneo.com, Samarinda – Uji KIR kendaraan roda empat merupakan pengujian kelayakan kendaraan untuk layak digunakan secara teknis di jalan raya.
Program uji KIR jemput bola dinilai anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Laila Fatihah, yang sempat digulirkan pada masa kepemimpinan Wali Kota Samarinda sebelumnya, namun tidak sesuai standar.
“Ketika uji KIR dilakukan di kantor itu kan biayanya hanya 50 ribu saja, tapi dengan program jemput bola, biayanya jadi bertambah bisa sampai 500 ribu, nah masalahnya tidak disetor untuk menambah PAD kita,” jelasnya, pada Kamis (16/2/23).
Selain itu, politisi fraksi PPP DPRD Samarinda itu berpandangan bahwasanya program KIR jemput bola tersebut sangat berpotensi menimbulkan pungutan liar (pungli).
Uji KIR dengan penerapan program jemput bola itu, sambung Laila, tidak dapat dipastikan kebenarannya, apakah kelayakannya benar-benar diuji atau tidak oleh petugas yang mendatangi rumah pemilik kendaraan.
“Kita tidak bisa memastikan apakah benar-benar dilakukan uji kelayakan atau tidak, apakah ada jaminan bahwa kendaraan yang di uji KIR dengan program tersebut bisa amankan tidak ada jaminan,” tuturnya.
Pada akhirnya, program ini dihentikan sebab dinilai terlalu membebani masyarakat dengan biaya yang melebihi kapasitas. Hasilnya pun dinikmati oknum tertentu dan tidak menjadi PAD Kota Samarinda.(Liz/adv/dprdsamarinda)