Lensaborneo.id, Samarinda – Vivi Widyawati, salah satu aktivis buruh perempuan yang mengajak publik untuk ikut aksi turun ke jalan. Aksi tersebut dalam rangka penolakan Omnibus Law, Minggu (12/1/2020).
Menurutnya omnibus law tidak satupun pasalnya yang sama sekali melindungi buruh perempuan. Omnibus law juga akan berdampak buruk pada 55 juta buruh formal di semua sektor termasuk media, perbankan, industri kreatif, dan lainnya di Indonesia.
Dikutip dari konde.co, diskusi tentang omnibus law ini sudah dilakukan sejak akhir tahun 2019 lalu. Dalam sebuah diskusi di Jakarta yang diikutinya, para buruh mendiskusikan tentang banyaknya pasal yang akan merugikan buruh jika Omnibus law ini ditetapkan.
Selain itu, Vivi mengakatan bahwa, pemerintah terkesan diam-diam membahas omnibus law dan tak mengikutsertakan keterlibatan buruh.
Apakah sebenarnya omnibus law, dan mengapa dalam aksi 13 Januari 2020 di DPR RI Jakarta, ratusan buruh menolaknya?
Omnibus law adalah pembuatan satu undang-undang dengan isu besar yang bisa menghilangkan beberapa undang-undang yang lain. Jadi nantinya akan dibuat 1 undang-undang dari hasil penyederhanaan sejumlah undang-undang yang lain.
Pemerintah mengatakan bahwa pembuatan 1 undang-undang dengan banyak isu besar ini akan membuat iklim investasi membaik.
Tiga rancangan undang-undang yang akan disatukan tersebut adalah Undang-Undang (RUU) Perpajakan, Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) dan Usaha Kecil Mikro, dan Menengah (UMKM) dengan tujuan menghapus hambatan masuknya investasi.
Namun RUU Cipta Lapangan Kerja atau RUU Cilaka ini ternyata juga bermaksud memperluas sistem tenaga kerja fleksibel yang sudah pasti merugikan kesejahteraan buruh dan menghilangkan hak demokratisnya.
Para buruh yang tergabung dalam Gerakan Buruh untuk Rakyat (Gebrak) pada aksi di DPR RI 13 Januari 2020 menyatakan bahwa omnibus law akan menghapus pasal-pasal yang melindungi buruh.
“Buruh perempuan harus melawan omnibus law karena tak akan melindungi buruh perempuan, pemerintah juga semena-mena karena tak mengajak buruh untuk membuatnya,” kata Ajeng, salah satu aktivis Perempuan Mahardhika dalam aksinya di gedung DPR RI.
Apa saja pasal yang merugikan buruh perempuan dalam omnibus law ini? Gebrak dan sejumlah aktivis buruh perempuan merangkum pasal-pasal yang merugikan buruh termasuk buruh perempuan:
1. Tidak ada Pasal Perlindungan Perempuan
Vivi Widyawati melihat, jika sebelumnya ada hak-hak normatif buruh perempuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan, namun omnibus law telah menghilangkannya.
Dengan tidak adanya pasal khusus tentang perlindungan buruh perempuan, maka akan semakin banyak eksploitase terhadap buruh perempuan
Hal lainnya, ini membuktikan tidak adanya demokratisasi terhadap buruh perempuan karena tak ada satupun membahas kebutuhan buruh perempuan seperti hak kesehatan reproduksi, hak untuk mendapatkan perlindungan, hak untuk tak mendapatkan kekerasan seksual, dll.
2. RUU Merugikan Pekerja Muda dan Calon Pekerja
Kamu tahu khan jika saat ini makin banyak jumlah pekerja muda perempuan, mereka yang bekerja secara part time atau freelance?.
Tak hanya itu, pekerja muda dan calon pekerja yang saat ini masih duduk di bangku sekolah maupun perguruan tinggi juga akan merasakan dampak buruk RUU Cilaka.
Dalam kondisi pasar tenaga kerja fleksibel yang terus diperluas, para pekerja muda dan calon pekerja tidak akan memiliki jaminan kerja (job security) karena sewaktu-waktu dapat dipecat dengan mudah dan murah jika omnibus law diterapkan.
“Mereka akan berstatus sebagai buruh kontrak dan outsourching bertahun-tahun tanpa ada kepastian,” kata Ketua Pengurus Harian Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Ellena Ekarahendy.
3. RUU Cipta Lapangan Kerja (Cilaka) Memiskinkan Kelas Buruh Indonesia
Kelahiran RUU Cilaka dilatarbelakangi memburuknya ekonomi global yang berdampak pada Indonesia.
“Agar dapat keluar dari jurang resesi ekonomi, pemerintah menimpakan seluruh beban kepada kelas buruh dan rakyat. Rakyat yang sudah terbebani kenaikan iuran BPJS dan rencana kenaikan tarif listrik kini dihantui dampak buruk RUU Cilaka,” ungkap Juru Bicara Gebrak sekaligus Ketua Umum Konfederasi KASBI, Nining Elitos.
Dalam beberapa kesempatan, padahal pemerintah sudah mengumumkan konsep “easy hiring-easy firing” atau “mudah rekrut, mudah pecat” dalam RUU Cilaka untuk menggenjot investasi.
Penerapannya dalam omnibus law, akan muncul dalam pasal tentang pemutusan hubungan kerja yang dipermudah, pengurangan gila-gilaan terhadap pesangon, perluasan jenis pekerjaan kontrak-outsourching, perhitungan upah berdasarkan jam kerja, dan lainnya.
Buruh melihat dalam omnibus law ini, pemerintah memanjakan para pengusaha dengan menghapus pidana perburuhan dan menggantinya dengan sanksi perdata berupa denda dan sanksi administrasi. Semua ini dilakukan demi investasi. Hal ini akan berdampak buruk pada 55 juta buruh formal di semua sektor termasuk media, perbankan, industri kreatif, dan lainnya.
4. Omnibus Law Bermasalah dalam Sistem Hukum Indonesia
Omnibus law bukan tanpa permasalahan dalam hukum Indonesia. Menurut mantan Hakim Konstitusi Prof. Maria Farida, omnibus law tidak lazim diterapkan di negara dengan sistem hukum Indonesia yang menganut civil law. Dia menilai metode Omnibus Law yang akan diterapkan dalam pembuatan RUU Cilaka justru akan menambah persoalan sistem hukum kita yang sudah tumpang tindih dan saling bertabrakan antar undang-undang.
5. Investasi Menggerus Ruang Demokrasi
Investasi yang digenjot untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional seperti disebutkan dalam omnibus law, sejatinya adalah hanya untuk menyelamatkan krisis kapitalisme dan hanya menguntungkan para pemodal.
Kelesuan ekonomi global memaksa pemerintahan Jokowi untuk mengeluarkan RUU Cilaka melalui mekanisme Omnibus Law yang kemudian mengorbankan hak-hak rakyat dan mempersempit ruang ruang demokrasi rakyat. Misalnya disebutkan bahwa izin investasi hanya dilakukan jika usaha yang dilakukan perusahaan mempunyai resiko tinggi terhadap keselamatan kerja dan lingkungan. Padahal selama ini, sudah mendapatkan izinpun, masih banyak persoalan lingkungan dan keselamatan kerja yang dilakukan pengusaha.
“Rakyat dan buruh akan dihadapi dengan sejumlah aturan hukum yang kemudian menghambat kaum buruh untuk memperjuangkan peningkatan kesejahterannya. Di sisi lain RUU Cilaka ini justru melindungi para pengusaha dalam melakukan pelanggaran terhadap buruh karena sanksi pidana akan dihilangkan dalam aturan itu,” jelas Ilhamsyah, Juru Bicara Gebrak dan Ketua Umum Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI).
Dalam audiensi antara buruh dan anggota DPR yang dilakukan di tengah-tengah aksi, anggota DPR berjanji akan menyertakan para buruh dalam pembahasan omnibus law ini. RUU Cipta Lapangan Kerja ini masuk dalam Prolegnas 2020.
Sebelumnya, pemerintah berencana akan menyelesaikan omnibus law sebelum tanggal 12 Januari 2020.
Gebrak merupakan gabungan berbagai organisasi buruh, petani, perempuan, dan organisasi masyarakat sipil. Di antaranya adalah Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI), Sentra Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Konfederasi Serikat Nasional (KSN), Pergerakan Pelaut Indonesia, Jarkom Serikat Pekerja Perbankan, Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (SINDIKASI), Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), dan Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia. Selain itu, organisasi yang tergabung dalam gebrak adalah LBH Jakarta, AEER, KPA, GMNI UKI, Aksi Kaum Muda Indonesia (AKMI), Federasi Pelajar Indonesia (Fijar), LMND DN, dan lainnya.( Nin)