Samarinda,Lensaborneo.com– Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) Republik Indonesia Firman Turmantara Endipraja harapakan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur ajukan Komisioner Perlindungan Konsumen Perwakilan Kaltim.
Firman secara pribadi mengharapakan, Pemerintah Kaltim dapat mengambil bagian dalam perlindungan konsumen dengan mengajukan perwakilan BPKN wilayah kaltim.
“Sesuai dengan pasal 33 BPKN bertempat di Ibu Kota negara, dan pasal 40 menyebutkan BPKN dapat dibentuk di Provinsi sebagai perwakilan,” ucapnya.
Firman mengatakan, sejak BPKN berdiri tahun 2004 belum ada Provinsi yang mengajukan kepada ketua BPKN. Sementara dalam syarat pembentukan perwakilan wilayah, BPKN wajib menerima usulan dari provinsi. Firman mengatakan, pada tahun 2013 hanya ada dua provinsi yang mengajukan perwakilan BPKN di daerahnya. Yaitu Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Sumatra Utara.
“Saya berharap Kaltim juga dapat mengajukan Perwakilan BPKN tingkat Provinsi. Terlebih Indeks Keberdayaan Konsumen (IKK) tertinggi mencapai 52% dan dua tahun mendapatkan penghargaan perlindungan konsumen oleh Kementerian Perdagangan,” ucapnya.
Firman juga menyampaikan dalam upaya pemberdayaan konsumen,pada tiap tahun BPKN mengadakan acara BPKN Award tingkat provinsi. BPKN Award diberikan dalam bentuk apresiasi pada pihak yang perduli dalam perlindungan konsumen.
“Tahun ini baru pemerintah Provinsi Jawa Barat yang mengikuti sebagai peserta, dan saya berharap tahun depan Kaltim akan ikut kepesertaan BPKN Award dari unsur pemerintah,” sambungnya.
Firman mengatakan, Provinsi Kaltim telah mencapai prestasi IKK tertinggi se Indonesia. Sehingga Kaltim dapat terus mempertahankan prestasi yang diraih, salah satu upaya yang dapat dilakukan selain membentuk perwakilan BPKN di Kaltim dan mengikuti kepesertaan dalam ajang BPKN Award.
Kaltim juga dapat meningkatkan pengawasan serta tindakan dalam perlindungan konsumen. Firman menambahkan, tingginya angka pengaduan konsumen disebabkan kerugian konsumen pada pelaku usaha.
“Penelitian disertasi yang saya lakukan, menyatakan bahwa konsumen pasti pernah dirugikan oleh pelaku usaha. Termasuk BUMN selaku pelaku usaha yang disebutkan dalam UU,” sambungnya.
Pelaku usaha yang dimaksud pada Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang menyebutkan pelaku usaha tersebut meliputi perusahaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor dan lain-lain.
Firman mencontohkan, kerugian konsumen yang dirasakan pada ketersediaan gas LPG 3 Kg di masyarakat. Dalam uu Peruntukan gas menjadi hak masyarakat menengah kebawah, namun dalam ketersediaan seringkali mengalami kelangkaan atau bahkan kenaikan harga.
“Sementara standart harga sudah ada. Dan masalah kelangkaan minyak goreng, dalam waktu 8 bulan baru dapat teratasi. Ini menjadi bukti lemahnya posisi konsumen,” pungkasnya.
Firman mengatakan, dengan kendala yang terjadi menjadikan dasar Undang-undang Perlindungan Konsumen (UUPK) memberikan amanat kepada tiga lembaga terkait perlindungan konsumen. diantaranya BPKN selaku lembaga yang mengkritisi kebijakan pemerintah terkait perlindungan konsumen, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sebagai fasilitator sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen, dan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) yang melakukan pendampingan konsumen dalam memperjuangkan haknya.(Ria)
Editor : Redaksi