Samarinda, lensaborneo.com – Dua kasus sengketa lahan di Kota Tepian hingga kini masih menjadi perdebatan. Salah satunya adalah lahan di kawasan polder, tempat berdirinya gedung olahraga yang digunakan untuk latihan cabang anggar dan taekwondo.
Permasalahan muncul setelah sejumlah warga mengklaim bahwa lahan yang digunakan untuk fasilitas olahraga tersebut merupakan hak milik mereka.
Berdasarkan hasil kajian Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), ditemukan bahwa masih ada tujuh orang pemilik lahan yang belum menerima ganti rugi dalam proses pembebasan lahan yang dilakukan sebelumnya.
Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Samri Shaputra, menegaskan bahwa pemerintah meminta para pemilik lahan untuk mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) guna memastikan titik koordinat yang jelas.
“Setelah titik koordinat ini ditentukan dengan pasti, pemerintah bisa mengambil langkah lebih lanjut untuk menyelesaikan permasalahan ini. Jika memang terbukti ada hak masyarakat yang belum dipenuhi, maka penyelesaiannya harus dilakukan secara adil,” jelasnya.
DPRD Samarinda bersama BPKAD berkomitmen untuk menelusuri lebih lanjut kasus sengketa lahan ini, dengan harapan bisa mendapatkan titik terang tanpa ada pihak yang dirugikan.
Samri menegaskan bahwa penyelesaian sengketa lahan harus dilakukan secara transparan dan mengedepankan prinsip keadilan.
“Pemerintah harus memastikan hak-hak masyarakat tetap terlindungi, namun di sisi lain juga harus ada kepastian dalam tata kelola aset daerah. Jika ada kesalahan administrasi di masa lalu, ini harus diperbaiki agar ke depan tidak lagi menimbulkan konflik,” pungkasnya. (Liz/adv)