Samarinda, Lensaborneo.com – Kisruh pembayaran upah pekerja pada proyek Teras Samarinda Tahap I tak hanya menyisakan persoalan administrasi, tapi juga luka moral bagi wajah pembangunan kota.
Anggota Komisi III DPRD Kota Samarinda, Andriansyah, angkat bicara dan menegaskan bahwa kejadian ini harus dijadikan momentum untuk merefleksi ulang pola kerja Pemerintah Kota dalam memilih mitra pembangunan.
“Perkaya saja kontraktor lokal ke depannya. Kita punya banyak kontraktor daerah yang mampu. Kenapa harus terus-terusan menggandeng perusahaan luar yang ternyata malah tidak kooperatif?” tegas Andriansyah, baru-baru ini.
Kasus tertundanya upah pekerja oleh kontraktor asal Jakarta yang mengerjakan Teras Samarinda Tahap I, menurutnya, tak boleh dianggap remeh. Selain berdampak pada kepercayaan publik, situasi ini menyinggung hak-hak dasar pekerja yang seharusnya dijamin selama proyek berlangsung.
Ia menilai, sudah saatnya Samarinda memperkuat kemandirian dalam pembangunan, termasuk dengan mengutamakan kontraktor lokal, yang lebih mudah diawasi dan memiliki tanggung jawab moral terhadap kota ini.
“Kita bicara soal keadilan sosial juga di sini. Kontraktor lokal, selain punya kemampuan, juga punya kepedulian. Kalau ada masalah, mereka bisa langsung diajak duduk. Beda kalau perusahaan luar yang bahkan kantornya pun jauh dari kota ini,” katanya.
Lebih jauh, ia meminta agar Pemkot tidak hanya fokus pada harga penawaran dalam proses tender, melainkan mulai melihat rekam jejak dan komitmen sosial dari setiap kontraktor.
“Penting dilakukan pemeriksaan menyeluruh sebelum proyek dijalankan. Jangan hanya karena nilai lelang lebih murah, kita abaikan aspek tanggung jawab jangka panjang,” imbuhnya.
Penganggaran gaji pekerja lewat APBD Perubahan dianggapnya tidak solutif dalam situasi darurat.
“Kalau harus nunggu APBD Perubahan, itu terlalu lama. Kita harus selesaikan sebelum Lebaran. Kalau memang tidak ada jalan lain, ayo kita usulkan iuran bersama. Tapi jangan biarkan mereka menunggu lebih lama,” tegasnya.
Andriansyah mengingatkan bahwa setiap proyek pembangunan bukan hanya soal fisik, tetapi juga soal rasa keadilan dan kepedulian sosial. Tanpa itu, pembangunan hanya akan menyisakan gedung kosong yang kehilangan makna.
“Ini bukan sekadar soal proyek, ini soal nilai. Kalau hak pekerja saja tak bisa dijamin, kita gagal membangun dengan hati,” tandasnya. (Liz/adv)