Samarinda,Lensaborneo.com — Berdasarkan data dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menyebutkan bahwa sumbangsih Pekerja Migran Indonesia (PMI) terhadap devisa negara terbilang cukup besar yaitu kurang lebih Rp 100 Milyar pada tahun 2021. Namun, PMI juga dihadapkan berbagai permasalahan yang beragam.
Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang Perlidungan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Junainah mengatakan, data Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) pada bulan Mei 2022, terdapat 5.168 orang PMI laki-laki dan 7.436 orang PMI Perempuan, dan PMI Provinsi Kalimantan Timur terdapat sebanyak 20 orang.
“Data ini menunjukkan bahwa mayoritas PMI adalah perempuan,” ujarnya pada kegiatan Advokasi Pembentukan Bina Keluarga Pekerja Migran Indonesia (BK-PMI), berlangsung di Hotel Mercure Samarinda, Kamis (7/7/2022).
Ana sapaan akrabnya mengungkapkan, ketika berbicara tentang PMI, berbagai permasalahan yang dihadapi oleh PMI sangatlah beragam. Misalnya gaji tidak dibayar, PMI gagal berangkat, pekerjaan tidak sesuai perjanjian kerja, tindak kekerasan dari majikan, depresi/sakit hingga perdagangan orang.
Kerentanan yang dialami tidak hanya ditempat kerja, berbagai kerentanan juga akan dialami oleh keluarga yang ditinggalkan. Kerentanan yang dimaksud meliputi masalah pengasuhan bagi anak yang dtinggalkan, ketidakharmonisan keluarga dan juga masalah pengelolaan remitansi.
Dari beberapa penelitian yang dilakukan bahwa sebanyak 40% anak PMI memiliki perkembangan psikososial yang kurang baik, seperti prestasi anak mengalami penurunan atau perkembangan yang tidak jauh meningkat dan lainnya. Sementara itu laporan UNICEF menunjukkan bahwa anak usia remaja yang ditinggal orang tuanya bekerja di luar negeri lebih beresiko untuk melakukan penyimpangan sosial dan terlibat dalam tindakan kejahatan seperti membolos sekolah, penyelahgunaan obat-obatan, alkohol dan sebagainya. Banyaknya penelitian juga menunjukkan efek negatif yang ditimbulkan akibat kurangnya peran orang tua yang menjadi PMI, sehingga ini perlu mendapatkan perhatian khusus.
Sementara terkait remitansi, akan berdampak pada kesejahteraan bangsa. Sehingga isu kerentanan keluarga PMI bukan hanya isu individu semata.
“Sedangkan, dalam hal pengasuhan anak PMI, rentang usia yang paling banyak ada pada 0-9 tahun. Usia ini merupakan usia emas anak-anak sehingga harus berada dengan orang tuanya,” imbuh Ana.
Saat ini pemerintah tengah menyusun strategi dengan melibatkan desa/kampung yaitu dengan membangun pengasuhan ditingkat desa dan memastikan anak-anak berada dalam lingkungan dan keluarga pengganti yang nyaman atau di kenal dengan Bina Keluarga Pekerja Migran Indonesia (BK-PMI). Kerjasama dari seluruh stakeholder itu manjadi sangat penting.
Bina Keluarga Pekerja Migran Indonesia (BK-PMI) merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat dengan memberdayakan ekonomi, menjaga keharmonisan dan melindungi anak PMI untuk mewujudkan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
Sebagai informasi, berdasarkan data BP2MI, untuk data penempatan PMI Kaltim pada tahun 2019 sebanyak 100 orang, tahun 2020 sebanyak 37 orang dan tahun 2022 sebanyak 37 orang.
Sementara data pengaduan pada tahun 2019 sebanyak 7 orang, tahun 2020 sebanyak 5 orang dan tahun 2022 sebanyak 2 orang.
Semnetara berdasarkan Data Sistem Informasi Online Perlindungan Peremuan dan Anak (Simfoni PPA), data kekerasan di tempat kerja di Kaltim pada tahun 2017 sebanyak 8 kasus dengan 8 korban, tahun 2018 sebanyak 5 kasus dengan 5 korban, tahun 2019 sebanyak 9 kasus dengan 9 korban, tahun 2020 sebanyak 8 kasus dengan 8 korban dan tahun 2021 sebanyak 6 kasus dengan 6 korban.
Sedangkan korban berdasarkan kelompok usia yaitu 69% korban perempuan dewasa, 25% perempuan anak dan 6% laki-laki dewasa.
Selanjutnya data kasus dan korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kaltim yaitu pada tahun 2017 sebanyak 2 kasus dengan 3 korban, tahun 2018 sebanyak 4 kasus dengan 5 korban, tahun 2019 sebanyak 4 kasus dengan 5 korban, tahun 2020 sebanyak 13 kasus dengan 23 korban dan tahun 2021 sebanyak 2 kasus dan 2 korban. Jumlah korban TPPO berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia yaitu 68% perempuan anak, 28% perempuan dewasa, 4% anak. (della/Adv/kominfokaltim)