Penulis : Samuel
Editor : Redaksi 02
Samarinda,LensaBorneo.com—Puluhan pekerja sawit asal Nusa Tenggara Timur (NTT) terancam menggelandang usai terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) oleh PT CAK, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit yang beroperasi di Kampung Begai, Kecamatan Muara Lawa, Kutai Barat. mereka terusir dari barak perusahaan dan kini terlantar di aula Kantor Dinas Ketenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Timur di Jalan Kemakmuran, Kelurahan Sungai Pinang Dalam, Kecamatan Sungai Pinang.
Beralaskan tikar dan sandaran seadanya, para pekerja tersebut tidur di aula Dinakertrans Provinsi bersama sanak keluarganya. Naasnya, dari pantauan di lapangan, rata-rata keluarga tersebut bahkan masih memiliki anak berusia balita.
Ditemui secara langsung, Wakil Ketua DPD Serikat Pekerja Nasional (SPN) Kaltim, Kornelius Wiriyawan Gatu, mengatakan bahwa perusahaan memutus hubungan kerja dan melakukan pengusiran terhadap puluhan pekerja tersebut ketika mereka mengikuti aksi penolakan RUU Omnibus Law di Samarinda, pada 25 Agustus 2020 lalu.
“Kami tetap bertahan sampai nasib para buruh ini jelas. Mereka kena PHK sepihak oleh perusahaan,” katanya, Sabtu, (19/9/2020).
Kornelius menjelaskan bahwa beberapa hari sebelum berangkat ke Samarinda, pada tanggal 22 Agustus 2020 puluhan pekerja tersebut sebetulnya mendapatkan izin dari perusahaan.
“Tanggal 23 Agustus izin tertulis keluar. Bahkan di hari sama para buruh sempat ketemu pimpinan perusahaan. Pimpinan bilang demo bagian dari hak pekerja untuk berpendapat, silahkan kalau mau demo,” jelasnya.
Mereka pun mendapatkan izin dan dari perusahaan untuk mengikuti aksi. Kemudian pada tanggal 25 Agustus dini hari, para pekerja yang berjumlah 37 orang tersebut langsung berangkat ke Samarinda memakai kendaraan truk, motor, dan pickup.
“mereka bertemu di daerah Lebak Cilong pertengahan Kutai Barat menuju Samarinda yang telah disepakati oleh buruh dari perusahaan lain sebagai titik kumpul,” sambung Kornelius.
Para pekerja kemudian mengikuti aksi yang dihadiri oleh total 300 pekerja dari Kutai Barat, Kutai Kertanegara dan beberapa kabupaten lain di Kaltim. Aksi dilaksanakan tiga titik, yakni Kantor Kejati Kaltim, Kantor Disnakertrans dan DPRD Kaltim.
Setelah menyampaikan suara dan pendapat mereka, puluhan pekerja tersebut langsung kembali ke perusahaan masing-masing. Mereka berangkat kembali ke Kubar dengan waktu tempuh sekitar 8 jam.
“Kemalaman, mereka nginap di Kantor SPN Kutai Barat. Esoknya tanggal 26 Agustus 2020 baru mereka menuju lokasi kebun di Kampung Begai, Kecamatan Muara Lawa,” ucap Kornelius.
Saat tiba di lokasi perusahaan sekitar 37 pekerja ini langsung dijauhi oleh rekan kerja lainnya. Mereka dijauhi karena dituding membawa Virus Covid-19 dari Kota Tepian.
“Mental mereka langsung down begitu teman-teman mereka menghindar. Perusahaan bilang mereka membawa Covid-19,” ungkapnya.
Pada tanggal 27 Agustus 2020, 37 pekerja yang dituduh membawa Virus Covid-19 tersebut diinstruksikan untuk langsung naik ke truk dan meninggalkan mes. Termasuk semua barang-barang mereka dibawa keluar dari area perusahaan.
“Proses pengusiran itu memang tidak manusiawi. Para buruh diusir tengah malam dengan cara represif. Padahal ada anak-anak, ada bayi usia 4 bulan diusir malam itu,” terangnya.
Keesokan harinya pada tanggal 28 Agustus 2020, pihak perusahaan mengeluarkan surat pemutusan hubungan kerja (PHK) bagi 37 pekerja tersebut.
“Puluhan pekerja ini sempat terlantar di Kutai Barat kemudian menuju ke Samarinda. Tanggal 31 Agustus mereka lakukan rapid tes mandiri di salah satu klinik di Samarinda dengan harga Rp 500.000 per orang dan hasilnya non-reaktif. Jadi kalau alasannya mereka membawa virus (Covid-19) itu sangat keliru,” ungkap Kornelius
Dari Samarinda para buruh ini sempat mendatangi kantor direksi perusahaan di Balikpapan untuk melaporkan kejadian tersebut, namun tidak ada titik terang. Mereka kemudian datang dan melayangkan delik aduan kepada Disnakertrans Kaltim di Samarinda. Meskipun kini belum ada penyelesaiannya.
Kepada awakmedia, Kornelius mengaku siap melayangkan gugatan perselisihan hubungan industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Samarinda. Untuk kondisi saat ini, ia menjelaskan bahwa para buruh kini dibantu oleh Organisasi Masyarakat NTT Rumah Flobamora beserta beberapa pendonor lainnya.
“Buruh sudah terima di PHK. Asal hak-hak mereka sebagaimana diatur UU harus dipenuhi oleh perusahaan. Itu tuntutan kami,” tegas Kornelius.
Hingga berita ini ditayangkan, belum ada statement resmi dari pihak Disnakertrans Kaltim, media ini juga sempat mencoba menghubungi pihak perusahaan tapi tidak ada respon.