Samarinda,Lensaborneo.com – Fenomena kekerasan terhadap anak di Samarinda kini bukan lagi soal kelalaian individu, tapi menjadi alarm keras tentang lemahnya sistem perlindungan negara, terutama di lingkungan lembaga pengasuhan seperti panti asuhan. Sejumlah kasus terbaru bahkan melibatkan pengasuh yang seharusnya menjadi pelindung anak-anak yang rentan.
Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Herminsyah, menyebut kondisi ini sebagai tanda bahwa negara gagal menjalankan fungsi kontrol atas institusi-institusi sosial yang diberi mandat merawat anak.
“Kekerasan terhadap anak bukan lagi hanya masalah hukum. Ini cerminan bahwa sistem pengawasan kita rapuh. Panti asuhan yang semestinya jadi tempat aman, justru menyimpan potensi kekerasan yang mengendap,” tegas Herminsyah.
Lanjutnya, isu kekerasan tidak bisa dilepaskan dari lemahnya ketahanan sosial, terutama di keluarga. Namun yang lebih mengkhawatirkan, saat anak sudah dititipkan ke lembaga resmi, perlindungan justru tidak lebih baik.
“Kalau keluarga gagal melindungi, lalu negara lewat panti juga gagal, anak-anak ini akhirnya tidak punya tempat aman. Kita sedang menyaksikan runtuhnya benteng sosial kita,” lanjutnya.
Herminsyah menyayangkan beberapa kasus yang terjadi justru diselesaikan secara kekeluargaan tanpa proses hukum yang transparan. Ia khawatir pendekatan ini justru menghilangkan efek jera dan membuka ruang kekerasan serupa di masa depan.
“Ada yang masuk ke ranah hukum, tapi ada juga yang diam-diam diselesaikan. Ini bahaya. Kita butuh sistem, bukan sekadar belas kasihan atau mediasi tanpa efek pembelajaran,” tegasnya.
Herminsyah mendesak Dinas Sosial Kota Samarinda agar tidak hanya menunggu laporan, tetapi aktif melakukan evaluasi berkala terhadap semua panti dan lembaga pengasuhan anak. Ia menyebut perlunya audit menyeluruh, mulai dari kompetensi pengasuh, metode pengasuhan, hingga kondisi psikis anak-anak yang diasuh.
“Jangan hanya tanya jumlah kamar atau izin operasional. Tanyakan: apakah anak di sana bahagia? Apakah mereka merasa aman? Itu yang harus dijadikan indikator utama pengawasan,” ungkapnya.
Di sisi lain, Herminsyah menilai standar “layak anak” di banyak lembaga pengasuhan masih lemah dan tidak terdefinisi dengan baik. Hal ini menyebabkan banyak panti hanya memenuhi syarat administratif, tapi gagal memberikan rasa aman dan kenyamanan psikologis bagi anak-anak yang mereka rawat.
“Label ramah anak itu harus konkret. Tidak cukup hanya tidak memukul, tapi harus juga mendidik, merawat secara emosional. Jangan sampai panti asuhan berubah jadi tempat disiplin keras berkedok pengasuhan,” tegasnya.
Herminsyah memperingatkan, jika kekerasan terhadap anak terus berulang di lembaga resmi, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap negara sebagai pelindung anak-anak. Ini akan berdampak lebih luas, termasuk pada keengganan warga melaporkan kasus kekerasan atau menitipkan anak ke lembaga pengasuhan.
“Negara bisa kehilangan kepercayaan jika lembaga-lembaganya tidak mampu memberikan rasa aman. Jangan tunggu ada korban lagi baru bertindak,” tutupnya. (Liz/adv)







Users Today : 956
Users Yesterday : 945
Total Users : 977587
Total views : 5329944
Who's Online : 16