Samarinda, lensaborneo.com – Kebijakan penurunan pajak kendaraan bermotor (PKB) oleh Pemerintah Provinsi Kaltim, dengan tarif hanya 0,8 persen dari sebelumnya 1,75 persen, yang juga menjadi tarif pajak kendaraan terendah di Indonesia, mendapatkan tanggapan dari dewan Kota Tepian.
Kebijakan ini dipandang sebagai upaya mendorong kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak, sementara lainnya khawatir akan dampaknya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Wakil Ketua DPRD Kota Samarinda, Ahmad Vananzda, menilai langkah ini sebagai strategi untuk menarik wajib pajak yang selama ini menunggak.
“Penurunan tarif ini bisa menjadi dorongan bagi masyarakat yang selama ini enggan membayar pajak karena dianggap terlalu tinggi,” terangnya, belum lama ini.
Ia juga menekankan bahwa efektivitas kebijakan ini bergantung pada seberapa besar peningkatan jumlah wajib pajak yang akhirnya melunasi kewajibannya.
“Lebih baik kita punya tarif pajak yang lebih rendah, tapi lebih banyak yang membayar, daripada tarif tinggi yang justru membuat orang enggan melunasi pajaknya,” tuturnya.
Meski demikian, pemerintah daerah tetap harus memastikan bahwa kebijakan ini tidak mengganggu keseimbangan fiskal. Strategi tambahan diperlukan agar PAD tetap stabil, seperti peningkatan efisiensi pengelolaan pajak dan perluasan basis pajak lainnya.
Dari sisi masyarakat, kebijakan ini jelas memberi keuntungan. Mereka yang memiliki tunggakan pajak bertahun-tahun kini bisa melunasinya dengan beban yang lebih ringan.
“Bayangkan ada yang menunggak tiga tahun dengan total Rp30 juta. Dengan kebijakan ini, mungkin hanya perlu membayar Rp20 juta. Selisihnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain,” tutup Ahmad.
Keberhasilan kebijakan ini pada akhirnya akan bergantung pada pelaksanaannya. Jika mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak tanpa mengorbankan PAD, penurunan tarif ini bisa menjadi solusi efektif dalam optimalisasi pendapatan daerah. (Liz/adv)