Lensaborneo.com- Abdul Rohim, anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, sampaikan kritik pedas terhadap alokasi anggaran Pemerintah Kota Samarinda yang dinilainya terlalu fokus pada proyek-proyek besar tanpa memberikan solusi konkret untuk masalah pengangguran yang masih membelit warga.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), mengatakan bahwa pemerintah harus mampu menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat dengan menyusun kebijakan yang seimbang antara pembangunan infrastruktur besar dan pemenuhan kebutuhan ekonomi dasar.
Rohim menyoroti sejumlah proyek monumental yang telah dan tengah dibangun, seperti Teras Samarinda, terowongan, dan Stadion Segiri, yang dinilainya kurang berdampak pada penurunan angka pengangguran.
“Pembangunan skala besar tersebut memang mencolok secara fisik, tetapi hanya bersifat sementara dalam menyerap tenaga kerja, tanpa menciptakan lapangan pekerjaan jangka panjang,” ujar Rohim, belum lama ini.
Faktanya, lanjut Rohim, pengangguran masih tinggi di Samarinda. Ini menunjukkan bahwa pendekatan pemerintah belum efektif dalam menjawab kebutuhan masyarakat.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa meskipun proyek-proyek besar tersebut dapat menggerakkan ekonomi jangka pendek, seperti penyerapan tenaga kerja konstruksi, namun setelah pembangunan selesai, para pekerja sering kali kembali menganggur tanpa adanya kesinambungan dalam penyerapan tenaga kerja.
Rohim menilai pemerintah seharusnya memprioritaskan program-program yang mampu menciptakan lapangan kerja berkelanjutan dan memberdayakan masyarakat secara langsung.
Tak hanya itu, Rohim juga mengungkapkan keprihatinannya terhadap keterbatasan ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan aspirasi mereka melalui musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
Dengan anggaran yang lebih banyak terserap oleh proyek-proyek besar, masyarakat di tingkat kelurahan, terutama di wilayah Samarinda Utara, hanya diizinkan untuk mengusulkan satu item pembangunan fisik serta satu item terkait sektor ekonomi dan budaya.
“Jika anggaran sebagian besar diarahkan ke proyek-proyek besar, maka kebutuhan-kebutuhan dasar masyarakat seperti perbaikan infrastruktur kecil di permukiman dan program ekonomi lokal tidak akan terakomodasi dengan baik. Musrenbang jadi sekadar formalitas,” tutupnya. (Liz/adv)