Lensaborneo.com, Kutim — Pemerintah Kabupaten Kutai Timur (Pemkab Kutim) melalui Dinas Perkebunan untuk terus menjalankan komitmen program pembangunan berkelanjutan. Ini dilakukan bekerja sama dengan beberapa negara seperti Jerman dan Swiss serta organisasi nirlaba yang menaruh minat besar terhadap isu lingkungan.
Kerja sama paling anyar yakni melibatkan Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit (GIZ) Jerman, Proforest dari Inggris dan Tanah Air Lestari (TAL).
Lokakarya Perencanaan Bersama untuk kerja sama inisiatif lanskap berkelanjutan menjadi salah satu pilihan. Dengan peserta dari para petani sawit, mitra pemerintah, koperasi dan perusahaan sawit yang ada di Kutim.
“Tujuan utamanya adalah menjaga keseimbangan ekosistem serta kesinambungan pengelolaan lahan perkebunan yang bertangunggjawab,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Sumarjana.
Sumarjaya menambahkan, Lokakarya Perencanaan Bersama Untuk Kerjasama Lanskap Berkelanjutan, mengatakan, pihaknya telah menerbitkan Surat Tanda Daftar Budidaya (STD-B) sebagai bukti administrasi legal dari usaha perkebunan yang dimilikinya. Selanjutnya para pekebun yang telah memiliki STD-B akan mendapatkan pelatihan untuk mendapatkan sertifikat International Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Intinya adalah bagaimana mengelola lahan ramah lingkungan, tidak menggunakan pestisida melainkan memakai bahan organik. ISPO ini menjamin pemasaran dan harga produk,” jelas Sumarjana.
Selain itu, para pekebun juga akan mendapatkan kompensasi secara langsung maupun tidak langsung seperti pemberian bibit unggul, pengembangan SDM bahkan alat bantu produksi serta peremajaan lahan.
Harapannya semua pekebun dan lahan di Kutim sudah punya STD-B. Sehingga ke depan bersama-sama mampu mengantisipasi kerusakan lingkungan demi generasi masa depan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kaltim yang diwakili Asmirilda menyebutkan bahwa kegiatan ini dilaksanakan untuk menjawab isu negatif deforestasi hutan akibat pembukaan lahan perkebunan.
Berikutnya adalah isu minyak sawit tidak sehat. Dengan diraihnya ISPO, makan ada sebuah kepastian atau garansi bahwa lahan perkebunan telah dikelola dengan baik, ramah lingkungan, status lahan “clean and clear”.
Sehingga pula para “buyer” (pembeli) yakin bahwa lokasi kebun sawit yang dikelola bukan di kawasan terlarang. Seperti taman nasional, hutan lindung, tetapi di area penggunaan lain. Ketaatan terhadap regulasi juga menjadi faktor penting untuk mendapatkan sertifikat ISPO guna menembus pasar sawit global.(Adv/Kominfo-Kutim)