Jumat, November 7, 2025
  • Home
  • Blog
  • Nasional
  • Berita Daerah
    • DPMPD Kaltim
    • Dispora Kaltim
    • DPRD Kaltim
    • DPRD Kutim
    • DPRD Samarinda
    • DPRD Kota Balikpapan
    • Kabupaten Berau
    • Kabupaten Kutai Barat
    • Kabupaten Mahakam Ulu
    • Kominfo Kutai Timur
    • KPID Kaltim
    • Kominfo Kaltim
    • Kominfo Samarinda
    • Kota Balikpapan
    • Kota Bontang
    • Kota Samarinda
    • Kominfo Kutai Kertanegara
  • Opini & Publik
  • Redaksi
  • Legalitas
  • INFO PRODUK
  • Pedoman Media
No Result
View All Result
LensaBorneo.com
Advertisement
  • Home
  • Blog
  • Nasional
  • Berita Daerah
    • DPMPD Kaltim
    • Dispora Kaltim
    • DPRD Kaltim
    • DPRD Kutim
    • DPRD Samarinda
    • DPRD Kota Balikpapan
    • Kabupaten Berau
    • Kabupaten Kutai Barat
    • Kabupaten Mahakam Ulu
    • Kominfo Kutai Timur
    • KPID Kaltim
    • Kominfo Kaltim
    • Kominfo Samarinda
    • Kota Balikpapan
    • Kota Bontang
    • Kota Samarinda
    • Kominfo Kutai Kertanegara
  • Opini & Publik
No Result
View All Result
Lensaborneo.com
No Result
View All Result
  • Home
  • Blog
  • Nasional
  • Berita Daerah
  • Opini & Publik

Kekerasan Anak di Lembaga Pengasuhan, DPRD Samarinda Minta Negara Hadir Lebih Kuat

30/06/2025
in Advertorial, DPRD Samarinda
Kekerasan Anak di Lembaga Pengasuhan, DPRD Samarinda Minta Negara Hadir Lebih Kuat

Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Herminsyah


Samarinda,Lensaborneo.com – Fenomena kekerasan terhadap anak di Samarinda kini bukan lagi soal kelalaian individu, tapi menjadi alarm keras tentang lemahnya sistem perlindungan negara, terutama di lingkungan lembaga pengasuhan seperti panti asuhan. Sejumlah kasus terbaru bahkan melibatkan pengasuh yang seharusnya menjadi pelindung anak-anak yang rentan.

Anggota Komisi IV DPRD Samarinda, Herminsyah, menyebut kondisi ini sebagai tanda bahwa negara gagal menjalankan fungsi kontrol atas institusi-institusi sosial yang diberi mandat merawat anak.

“Kekerasan terhadap anak bukan lagi hanya masalah hukum. Ini cerminan bahwa sistem pengawasan kita rapuh. Panti asuhan yang semestinya jadi tempat aman, justru menyimpan potensi kekerasan yang mengendap,” tegas Herminsyah.

Lanjutnya, isu kekerasan tidak bisa dilepaskan dari lemahnya ketahanan sosial, terutama di keluarga. Namun yang lebih mengkhawatirkan, saat anak sudah dititipkan ke lembaga resmi, perlindungan justru tidak lebih baik.

“Kalau keluarga gagal melindungi, lalu negara lewat panti juga gagal, anak-anak ini akhirnya tidak punya tempat aman. Kita sedang menyaksikan runtuhnya benteng sosial kita,” lanjutnya.

Herminsyah menyayangkan beberapa kasus yang terjadi justru diselesaikan secara kekeluargaan tanpa proses hukum yang transparan. Ia khawatir pendekatan ini justru menghilangkan efek jera dan membuka ruang kekerasan serupa di masa depan.

“Ada yang masuk ke ranah hukum, tapi ada juga yang diam-diam diselesaikan. Ini bahaya. Kita butuh sistem, bukan sekadar belas kasihan atau mediasi tanpa efek pembelajaran,” tegasnya.

Herminsyah mendesak Dinas Sosial Kota Samarinda agar tidak hanya menunggu laporan, tetapi aktif melakukan evaluasi berkala terhadap semua panti dan lembaga pengasuhan anak. Ia menyebut perlunya audit menyeluruh, mulai dari kompetensi pengasuh, metode pengasuhan, hingga kondisi psikis anak-anak yang diasuh.

“Jangan hanya tanya jumlah kamar atau izin operasional. Tanyakan: apakah anak di sana bahagia? Apakah mereka merasa aman? Itu yang harus dijadikan indikator utama pengawasan,” ungkapnya.

Di sisi lain, Herminsyah menilai standar “layak anak” di banyak lembaga pengasuhan masih lemah dan tidak terdefinisi dengan baik. Hal ini menyebabkan banyak panti hanya memenuhi syarat administratif, tapi gagal memberikan rasa aman dan kenyamanan psikologis bagi anak-anak yang mereka rawat.

“Label ramah anak itu harus konkret. Tidak cukup hanya tidak memukul, tapi harus juga mendidik, merawat secara emosional. Jangan sampai panti asuhan berubah jadi tempat disiplin keras berkedok pengasuhan,” tegasnya.

Herminsyah memperingatkan, jika kekerasan terhadap anak terus berulang di lembaga resmi, maka masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap negara sebagai pelindung anak-anak. Ini akan berdampak lebih luas, termasuk pada keengganan warga melaporkan kasus kekerasan atau menitipkan anak ke lembaga pengasuhan.

“Negara bisa kehilangan kepercayaan jika lembaga-lembaganya tidak mampu memberikan rasa aman. Jangan tunggu ada korban lagi baru bertindak,” tutupnya. (Liz/adv)


Berita Terkait

Bank Indonesia Perkuat Daya Saing UMKM Hingga Go Digital.

BI Kaltim Perkuat UMKM dan Literasi Rupiah Melalui Kaltim Paradise of The East x SummerFestival 2025

Share197Tweet123
Previous Post

Krisis Sampah Samarinda, Andriansyah: Sistem Belum Berjalan

Next Post

Dualisme Kebijakan Desa, Joha Fajal Minta Pemerintah Jaga Arah dan Integrasi Program

Next Post
Dualisme Kebijakan Desa, Joha Fajal Minta Pemerintah Jaga Arah dan Integrasi Program

Dualisme Kebijakan Desa, Joha Fajal Minta Pemerintah Jaga Arah dan Integrasi Program

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

977632
Users Today : 1001
Users Yesterday : 945
Total Users : 977632
Total views : 5331602
Who's Online : 16

© 2019-2024 Lensaborneo,com All Rights Reserved

No Result
View All Result
  • Home
  • Blog
  • Redaksi
  • INFO PRODUK
  • Pedoman Media
  • Legalitas
  • Berita Daerah
  • Nasional
  • Popular

© 2019-2024 Lensaborneo,com All Rights Reserved