
Penulis : URP
Editor : Yanka
Lensaborneo.id, Samarinda – Terungkapnya kasus penggunaan alat rapid test antigen bekas di Bandara Kualanamu beberapa waktu membuat pemerintah dan masyarakat Indonesia geger. Banyak yang mengecam tindakan para pelaku dan menganggap itu adalah kejahatan kemanusiaan. Dimana penggunaan alat rapid test antigen bekas dapat menyebabkan penularan COVID-19.
Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kaltim Ely Hartati Rasyid menyesalkan tindakan yang dilakukan para pelaku, yang mencari keuntungan dengan cara yang tidak baik.
“Dalam situasi begini ada orang yang mengambil keuntungan. Padahal rapid tes kalau sampai Rp 250 ribu itu untungnya luar biasa. Kenapa harus menggunakan yang bekas?”, ucapnya pada media ini, Jumat kemarin (30/4/2021).
Legislatif wanita dari Fraksi PDI-P ini meminta aparat kepolisian dapat segera mengungkap jaringan para pelaku, termasuk mengembangkan kasus itu. Karena timbul kekhawatiran di masyarakat, penggunaan alat rapid test antigen bekas juga digunakan di daerah lain. Dia juga meminta polisi dapat bersikap tegas menerapkan sanksi hukum kepada para pelaku.
“Aparat kepolisian yang harus menangani ini,” tegasnya.
Ely Hartati Rasyid juga menyayangkan kejadian ini. Berdasarkan informasi yang beredar, alat rapid test antigen bekas tersebut didaur ulang di labolatorium Kimia Farma.
“Saya dengar mereka bermitra dengan Kimia Farma. BUMN terbesar bidang kesehatan, masa bermitra dengan perusahaan abal-abal,” katanya.
“Lagi-lagi nanti harus disidak tenaga kesehatan yang melakukan antigen bekas, apakah mereka ekspor alat-alat ini juga. Harus seluruh bandara dicek ulang. Ini benar-benar kejahatan kemanusiaan. Di saat kita membasmi COVID-19, mereka malah sengaja menambah populasi COVID-19 dengan memakai barang bekas,” kesalnya.
Anggota DPRD Kaltim Dapil Kukar ini menyebut, instansi terkait harus melakukan pengecekan di lapangan terkait penggunaan alat rapid test antigen tersebut, khususnya di klinik-klinik yang menyediakan layanan rapid test antigen. Selain itu, dia juga meminta dibuatkan aturan yang tegas bagi siapa saja yang sengaja alat kesehatan bekas yang dapat membahayakan kesehatan dan nyawa orang lain. Termasuk meminta kepada pihak rumah sakit, klinik agar tidak membuang sampah bekas limbah media di sembarang tempat.
“Harus sidak, pengecekan lapangan. Apakah mereka sesuai prosedur atau tidak. Misal, dari jumlah penumpang yang memakai Klinik A, B, C bisa ketahuan dan bisa di cek lagi penbeliannya. Itu harus seimbang, kalau mereka mengeluarkan surat sampai 200, berarti ada 200 spesimen Reagen yang harus dibuang. Ini harus dicek detail, dibuat berita acara pemusnahan. Alat kesehatan bukan dimusnahkan di tempat biasa , harus tempat sampah medis. Harus ada aturan tegas,” bebernya.
Terkait dengan pengungkapan penggunaan alat rapid test antigen bekas di Kualanamu, Ely Hartati Rasyid menduga apa yang mereka lakukan sedang “apes”.
“Mungkin Kualanamu itu apes, mungkin ada di daerah lain. Sebenarnya di stasiun kereta, antigen Rp 85 ribu. GeNose di bandara Rp 50 ribu, kalau di kereta Rp 30 ribu. Sebenarnya harga bisa kompetitif, tidak merugikan konsumen kalau birokrasi pendek seperti kereta api. Kalau penumpang dari kalangan bawah, harganya bisa ramah. Harus ada keseimbangan harga, mengingat kebutuhan masyarakat di masa pandemi sangat luar biasa,” pungkasnya.