Lensaborneo.com- Anggota Komisi II DPRD Kota Samarinda, Abdul Rohim, mengatakan bahwasanya larangan terhadap pertamini bukan hanya berkaitan dengan distribusi bahan bakar minyak (BBM) yang tidak sesuai dengan aturan, tetapi juga menyangkut dampak sosial bagi masyarakat.
Keberadaan pertamini bukan hanya sebagai alternatif distribusi BBM yang tidak sesuai aturan, tetapi juga sebagai sarana untuk membantu warga yang akses ke SPBU terdekatnya jauh.
Dengan adanya pertamini, warga yang membutuhkan BBM dalam keadaan darurat dapat lebih mudah memperolehnya tanpa harus melakukan perjalanan jauh.
“Kalau pertamini dilarang ini kan bukan hanya soal distribusi BBM yang tidak sesuai aturan. Kalau itu nanti semuanya di tutup, kan keberadaan pertamini salah satunya adalah membantu warga yang akses ke SPBU jauh,” jelasnya, belum lama ini.
Abdul Rohim menggambarkan situasi, apabila motor warga kehabisan BBM di malam hari atau saat kondisi darurat, mereka akan kesulitan untuk mendapatkan BBM tambahan.
“Bayangin nanti ternyata motor warga kehabisan BBM, apakah harus mendorong berkilo-kilo,” ujarnya.
Oleh karena itu, solusi seperti Pertashop muncul sebagai alternatif untuk menjawab kebutuhan tersebut. Poin utama yang ingin disampaikan adalah bahwa dalam merumuskan kebijakan, penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dan kebutuhan masyarakat.
“Makanya solusi pertashop itu muncul,” tutur Rohim.
Larangan terhadap pertamini harus diimbangi dengan solusi yang memperhatikan kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh. Artinya, kebijakan haruslah mengatasi masalah tanpa menimbulkan masalah baru, sehingga memberikan solusi yang komprehensif dan berkelanjutan bagi semua pihak yang terlibat.
“Seperti yang sering kita bilang, artinya kalau bikin kebijakan jangan sampai menimbulkan masalah baru, selesaikanlah masalah tanpa masalah,” tandasnya. (liz/adv)