Samarinda.Lensaborneo.com– Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, Deni Hakim Anwar, menegaskan bahwa persoalan sampah masih menjadi tantangan serius yang belum terselesaikan hingga kini.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) pada Rabu (23/4/2025), ia mempertanyakan efektivitas alokasi anggaran yang digunakan, khususnya untuk penanganan sampah secara berkelanjutan.
“Kami melihat dari total anggaran Rp64 miliar, sebagian besar hanya habis untuk belanja rutin. Padahal yang mendesak adalah solusi konkret terhadap masalah sampah yang sudah lama membebani kota ini,” ujar Deni.
Pihak DPRD mendorong pemerintah kota untuk mulai menggeser fokus dari sistem lama menuju pendekatan berbasis teknologi ramah lingkungan. Salah satu program yang sedang digagas DLH adalah pengadaan insinerator di sepuluh kecamatan. Alat tersebut diklaim mampu mengolah masing-masing hingga 10 ton sampah per hari, yang jika seluruh unit berfungsi, bisa mengurangi beban sampah kota sebanyak 100 ton dari total 600 ton per hari.
Deni menyambut positif rencana tersebut. Ia menilai proyek ini sebagai langkah realistis asalkan dijalankan dengan baik.
“Dengan anggaran sekitar Rp1 miliar per unit, investasi Rp10 miliar bisa memberi dampak signifikan jika teknologinya benar-benar minim polusi dan tidak menimbulkan kebisingan. Apalagi residunya bisa dimanfaatkan untuk produksi paving block,” jelasnya.
Namun, ia juga mengingatkan agar pemerintah tidak terjebak pada kesalahan serupa yang pernah terjadi di daerah lain, seperti Bekasi, di mana teknologi pengolahan sampah justru menimbulkan masalah baru berupa kebisingan dan pencemaran lingkungan.
Selain isu persampahan, DPRD juga mendesak DLH untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas pembukaan lahan dan galian yang berpotensi merusak lingkungan.
Deni menekankan pentingnya pengendalian izin lingkungan seperti UKL-UPL agar tidak hanya sah di atas kertas, tetapi juga tidak menimbulkan dampak ekologis yang merugikan.
“Penerbitan izin harus disertai dengan kontrol di lapangan. Jangan sampai kita melegalkan aktivitas yang ternyata merusak lingkungan,” tutupnya.(adv)