Samarinda, lensaborneo.com – Belum cairnya tunjangan kinerja (tukin) dosen selama lima tahun terakhir menjadi perhatian serius Anggota Komisi 2 DPRD Kota Samarinda, Sani Bin Husain. Ia menilai keterlambatan ini bukan hanya persoalan administrasi, tetapi juga bentuk ketidakadilan yang merugikan tenaga pendidik.
Menurutnya, regulasi yang ada seharusnya menjamin hak dosen untuk mendapatkan tukin, seperti yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 49 Tahun 2020 dan Keputusan Mendikbud Ristek Nomor 447/P/2024. Namun, hingga kini pencairan belum juga dilakukan.
“Seharusnya hak dosen tidak tertunda selama ini. Undang-Undang ASN jelas mengatur bahwa pegawai berhak atas gaji dan tunjangan yang layak sesuai dengan beban kerja mereka,” jelas Sani.
Ia juga menyoroti alasan perubahan nama kementerian yang dijadikan dalih dalam keterlambatan ini. Baginya, alasan tersebut tidak dapat diterima karena kesejahteraan tenaga pendidik tidak boleh dikorbankan oleh perubahan birokrasi.
“Pemerintah tidak bisa terus-menerus beralasan soal perubahan nama kementerian. Ini bukan masalah sepele, ini menyangkut kesejahteraan dosen yang berjuang untuk mencerdaskan bangsa,” katanya.
Sani pun mendorong DPRD Provinsi dan DPR RI Komisi X untuk ikut mengawal penyelesaian masalah ini serta mendesak Presiden agar segera menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) guna mempercepat pencairan tukin.
“Dosen adalah pilar utama dalam pendidikan tinggi. Jika kesejahteraan mereka diabaikan, dampaknya akan sangat besar terhadap kualitas pendidikan kita,” tegasnya.
Meskipun masalah ini bukan kewenangan langsung DPRD Kota Samarinda, Sani berkomitmen untuk terus menyuarakan aspirasi tenaga pendidik.
“Kita tidak boleh diam melihat ketidakadilan ini. Perjuangan harus terus dilakukan agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi di masa depan,” pungkasnya. (Liz/adv)