Lensaborneo.com- Kaltim kini berupaya mengembangkan sistem transportasi publik yang terintegrasi dan modern. Kota Balikpapan telah memulai langkah ini, dan Kota Samarinda juga ingin mengikuti jejak tersebut.
Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda melalui Dinas Perhubungan (Dishub) sedang mengevaluasi dua skema pengadaan bus, yakni “buy the service” (membeli layanan) dan investasi (membeli bus).
Angkasa Jaya Djoerani, Ketua Komisi III DPRD Kota Samarinda, atas hal itu mendorong Pemkot untuk mempertimbangkan dengan serius.
Pertama; ia mempertanyakan efektivitas pengadaan bus dalam mencapai tujuan utamanya, yaitu mengurangi kemacetan dan menciptakan transportasi ramah lingkungan.
“Kajian lebih mendalam dilakukan, terutama mengenai kesiapan budaya masyarakat untuk beralih ke moda transportasi umum,” ujarnya.
Ia memandang bahwa budaya masyarakat Kota Tepian belum terbentuk untuk menggunakan transportasi umum secara konsisten.
“Mungkin pada awalnya masyarakat akan tertarik, namun saya khawatir ketertarikan itu akan menurun seiring waktu,” ungkapnya.
Kedua; Angkasa menyoroti biaya operasional, khususnya untuk bus listrik. Ia mengkhawatirkan biaya subsidi tahunan yang mencapai sekitar Rp 60 miliar dapat membebani keuangan daerah.
Lanjutnya, apabila menggunakan bus solar, subsidi tahunan hanya sekitar Rp 30 miliar dengan APBD non-subsidi. Biaya operasional bus listrik yang lebih tinggi bisa jadi tidak mampu ditanggung masyarakat jika tarifnya mahal.
“Saya mempertanyakan studi kelayakan dan dampak infrastruktur,” bebernya.
Mengingat kondisi jalan di Ibu Kota Kaltim yang cukup berkelok, ia mengingatkan agar pengadaan bus tidak mempersempit jalan yang sudah ada.
“Pemkot sebaiknya fokus pada pembangunan terowongan terlebih dahulu untuk mengurai kemacetan,” pungkas Angkasa. (Liz/adv)