Lensaborneo.com- Meningkatnya minat terhadap pakaian bekas impor (thrifting) di Samarinda, yang kerap kali bermerek dan lebih murah dibandingkan produk lokal, disorot Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Laila Fatihah.
Ia mengamati bahwa tren ini, meski mendukung pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM), juga memiliki potensi untuk merusak pasar produk lokal yang belum tentu mampu bersaing dari segi harga.
“Dengan maraknya thrifting, banyak produk lokal kehilangan daya tariknya karena masyarakat lebih memilih barang bermerek yang lebih murah, meski bekas,” ungkapnya.
Laila menekankan bahwa masyarakat Samarinda, yang cepat beradaptasi dengan tren, cenderung tertarik pada pakaian bekas impor karena nilai merek dan harga yang lebih terjangkau.
Namun, ia juga melihat adanya dilema besar di sini, dimana mendukung thrifting bisa berarti mematikan potensi produk lokal, sementara menghentikannya bisa berdampak buruk bagi pelaku usaha yang bergantung pada pasar ini.
“Ini adalah masalah yang kompleks. Kita perlu mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari setiap keputusan, apakah itu membiarkan thrifting terus berkembang atau melindungi produk lokal,” tambahnya.
Selain aspek ekonomi, Laila juga memperingatkan mengenai dampak lingkungan dari peningkatan limbah tekstil akibat penjualan pakaian bekas impor.
“Lingkungan juga harus dipertimbangkan. Penjualan thrifting tidak hanya mengancam pasar lokal, tetapi juga menghasilkan limbah tekstil yang berpotensi merusak lingkungan,” tutupnya. (Liz/adv)